6 Desember
Pendakian Pertama, Lawu. Saat Nadhia membantuku membenahi rensel |
Aku
kembali menulis tentang dia. Seorang sahabat yang kini sudah seperti saudara
sendiri. Hari ini kembali mata batin kami terikat. Saat ia hendak naik gunung,
tanpa aku.
Seperti
biasa aku bertendeng di kosnya yang merupakan mantan kamar kosku. Kuhabiskan
waktu untuk menikmati fasilitas wifi dan juga menemaninya sebelum mendaki. Kami
berdua melakukan pendakian bersama. Pendakian pertamaku, adalah pendakian
pertamanya juga. Sudah dua kali kami mendaki. Meski kelompok pendakian kami
selalu berbeda, tapi kami selalu didapati bersama. Dan kali ini, pendakiannya
yang ketiga, akan dilakukan tanpa aku. Tanpa aku yang kini sibuk melahab
proyek-proyek kepenulisan, proyek yang selama ini dan di masa depan kuidamkan.
Pendakian Pertama, Lawu. Pencapaian puncak Gunung untuk Kita Berdua |
Dia
sempat meninggalkanku sendiri di kamar untuk meminjami keperluan mendaki. Aku
kembali berkutat dengan tulisan, sampai ia kembali. Waktu ternyata beranjak
kian cepat. Tidak terasa sudah terdengar azan asar dan hari sudah sore. Rasanya
sudah seharian telingaku mendengarkan keluhannya. Sayangnya, Nadhia hobi sekali
mengeluh. Berkali-kali diamengatakan bahwa ia tak siap dan merasa pendakian ini
terlalu dipaksakan. Dia sempat mengatakan, dia ragu dengan pendakian ini. Aku
melihat dia tidak bersemangat dengan pendakian ini. Sempat pula ia berkata,
bisajadi karena penmendakian kali ini tidak dilakuakn bersamaku. Hohohhoho ,
kami pun tertawa lepas.
Sudah
waktunya bagi ia berkumpul dengan kelompok, dan aku pun sudah selesai dengan
semua tulisan ini. Kami pun melangkah keluar bersama. Mungkin bisa dibilang kebetulan.
Mungkin juga bisa dibilang ikatan batin yang kuat. Baru langkah kami sampai di
lantai 2. Baru kami hendak mengambil helm dan keluar dari kos, hujan tiba-tiba
turun. Awalnya, hujan ini hanya berbentuk gerimis, sampai akhirnya hujan deras
pun tiba. Langkahnya terhenti, dan entah mengapa langkahku untuk pulang pun ikut
terhenti.
Pendakian Kedua, Merbabu. Kita masih bersama, berdua |
Dia
kembali terus mengeluh. Dia terus menimbang-nimbang keputusannya, Di saat
kebingungan mengganggu alam pikirnya, aku mendapat kabar dari Mas Risa bahwa tulisanku
tidak bisa dibaca karena dalam format word 2010. Aku pun meninggalkan Nadhia,
memberinya waktu untuk berpikir lagi. Segera aku naik ke lantai 3, mengganti
format word dan mengirimnya ulang. Kembali aku bergelut dengan beragam urusan dalam
dunia tulim menulis, sampai akhirnya, resmilah aku tergabung dalam keluarga
besar re!media service! Sampai akhirnya,
Nadhia naik ke lantai 3 dan menyergahku.
Hujan
sudah reda. Alam seakan membisikkan tanda-tanda pada kami bahwa kemungkinan
besar merapi tak akan turun hujan malam ini. Tapi entah, Nadhia sudah
memutuskan untuk tidak ikut serta dalam pendakian kali ini. Dia sudah
mengatakannya pada Mas Barri. Mendengar keputusannya, kami hanya tertawa
nyengir sambil bergurau. Mungkin kita memang ditakdirkan untuk selalu melalukan
pendakian bersama. Kalau ada salah satu dari kami tidak ikut, itu artinya tidak
aka nada acara mendaki. Kita akan selalu melakukannya bersama, sama seperti
melewati malam tahun baru bersama, semenjak kami memasuki dunia perkuliahan,
sampai akhirnya kami akan hidup dnegan keluarga masing-masing.
Puncak Merbabu, Pencapian puncak tertinggi kedua, masih bersama, berdua |
Kegiatan
kami selanjutnya adalah, melanjutkan menikmati fasilitas
kos ini. Youtube memutarkan trailer film yang sudah sering aku putar sampai
Nadhia hafal, “Malaikat Tanpa Sayap”. Trailer selanjutnya adalah “Surat Kecil
untuk Tuhan”. Trailer ini belum pernah kutonton sebelumnya. Merasa tertarik,
Nadhia pun mendekat. Kami memelototi layar komputer milik Dek Nuri, berdua.
Sampai akhirnya layar tersebut menyuguhkan film berjudul “Refrain”.
Sesekali
aku memutar video lagu-lagu galau. Sampai akhirnya, kamar ini dibisingkan
dengan lagu Voirra yang berjudul “takut”. Aku hanya iseng mengatakan pada Nadhia
bahwa ia harus mendengarnya karena ini lagu terbaik sepanjang masa. Setelah
kami dengarkan bersama-sama, ternyata lagu ini sangat pas untuk kejadian hari
ini. Hhahaha, aku kembali iseng mengganti lirik menjadi:
“Aku
takut, kamu pergi mendaki, kamu
hilang di gunung, kamu sakit hipotermia karena kehujanan. Aku ingin, Kau di sini… di sampingku…
Selamanya” gelak tawa kami pun buncah, mengisis sekat-sekat kosong dalam kamar yang
luasnya hampir sama dengan lapangan badminton ini.
Antara ngantuk dan lega. Merbabu dini hari. Selalu berdua |
Hari
ini, aku merasakan kedekatan dengan Nadhia melalui ikatan batin seperti ini
lagi. Dulu, di hari ulang tahun pertamanya di Kota Pelajar, aku mengajaknya
mbolang ke Kebumen. Sumpah waktu itu aku nggak tau kalo dia lagi ultah. Kok
bisa pas ya? Hahahahha sejak saat itulah, aku merasa kehidupan kami di masa
mendatang akan special. Wakakakka
kalian ki so sweet banget dah,,
BalasHapuspara sahabat-sahabat solid ku pada mreteli ilang satu per satu :-(
Semangat Mas Brili... kami sahabat barumu lho :D
BalasHapus