Kamis, 28 November 2013

RITUAL TAHUNAN 2013





Yogyakarta, 27 November 2013

     Aku menuliskan sebuah surat. Bait kalimat yang kupersembahkan untuk seseorang bernama Itok. Curahan hati yang akan menyampaikan maaf dan terima kasihku, pada seseorang yang raganya kupinjam. Pada raga yang sudah 22 tahun aku pimpin. Untuknya, di harinya, aku menulis untuknya, hanya untuknya, karena dia begitu spesial untukku.

     Teruntukmu, Itok, si Tokii Dokii… Maafkan daku yang selama ini belum cukup mampu memimpin tingkah dan tuturmu. Maafkan daku atas waktu yang terbuang tanpa restu. Maafkan daku atas kesibukan yang terkadang membuatmu lupa bahwa Engkau juga makhluk sosial yang memiliki keluarga haromnis dan sahabat-sahabat yang menyayangimu. Mungkinkah aku kurang menyayangimu, bila dibandingkan dengan mereka semua? Aku tak tahu, aku hanya ingin meminta maaf padamu, Itok. Maafkan daku juga yang masih belum cukup mampu membawa sepasang kakimu melangkah jauh ke depan, menggapai semua mimpi , cita, dan harapanmu. Entah mengapa, selama ini aku hanya mampu membuatmu bertahan dengan tekad dan semangat. Namun setidaknya, semangat itulah yang membuat kita bertahan dan selalu percaya bila pada akhirnya tangan dan imajinasi ini akan menemukan tempat, di waktunya.

     Di harimu kini, banyak sudah waktu yang kita lalui bersama. Di harimu kini, banyak sudah waktu berkurang, hingga kita kita tersadar, yang ada adalah sisa waktu. Sisa waktu, tahukah Engkau berapa sisa waktumu, Itok? Jangan datang padaku dengan membawa pertanyaan semacam itu, Itok. Aku tak mampu menjawabnya. Datanglah padaku untuk mengambil lagi tinta kehidupan. Mari sama-sama menggoreskan sejarah pada peradaban melalui tinta yang berwujud selapis tekad dan semangat. Yang seperti itulah aku mampu. Mari kembali melanjutkan napas dan memanfaatkan sisa waktu yang tersedia. Lalu, ke manakah langkah kaki ini akan melangkah?

     Ahhh, aku tidak akan memimpinmu dengan cara demikian. Bukankah kita tidak bisa selalu berkaca pada kegagalan? Sudah cukup banyak kegagalan itu memberikan kita pembelajaran, memperbaiki kaki dan tanganmu, dan menuntunmu untuk terus melangkah. Dan ketika cahaya itu datang, semua itu mulai menampakkan wujudnya, satu per satu.

     Itok, Engkau boleh mengucapkan terima kasih padaku. Aku akan menerima dengan senang hati ucapan terima kasihmu. Aku senang dapat membuatmu terus bertahan hingga sekarang, hanya dengan bermodalkan SEMANGAT. Apa itu BAKAT, tidaklah penting buat kita bukan? Kita sama-sama tahu, SEMANGAT telah membuatmu mulai menemukan titik-titik pencapaian itu.

     Bahagia melihatmu mengantongi beasiswa Prestasi untuk ke sekian kalinya. Sangat senang rasanya melihatmu tergabung dalam Tim Penilaian PROPER Perusahaan se-Indonesia. Bangga melihatmu mampu mengemban amanah dengan sebaik-baiknya di beberapa posisi strategis. Selamat atas proyek-proyek yang selama ini Kau idamkan. Hhahahah, apalagi akalu bukan proyek menulis? Ahaaa, slemaat juga atas diterimanya Engkau sebagai staff magang media di ECC. Cheeers untuk kerjasama kita selama ini, Itok. Oya lagi! Dan senyummu terus mengembang karena belum lama ini cerpenmu dinyatakan lolos dalam Audisi Cinta Terpendam dan akan segera dibukukan. Selamat untuk poin yang tidak selisih banyak dengan sang juara pertama (2 poin). Selamat ya, Itok…..


Dan untuk semua itu, harus ada perenungan tersendiri. Iya Itok, Engkau kembali dengan kebiasaanmu dahulu-dahulu. Ini adalah harimu, saatnya Engkau melakukan ritual tahunanmu. Hari ini, hanya aku dan Engkau yang memilikinya, tidak dengan yang lain. Hanya kita berdua. Lalu, kemana langkah kita melangkah selama seharian ini?


25 November 2013


08.50
Aku turun dari mobil. Kulanjutkan langkah menuju terminal Giwangan. Di sanalah, awal dari semua perjalanan ini. Semua ditentukan dari sini, sebuah terminal di Yogyakarta.

08.59
Kondisi sudah mendapatkan bis tujuan Solo dan langsung berangkat. Aku duduk berdampingan dengan ibu-ibu yang membawa dua anaknya. Kalau dilihat-lihat, mereka berasal dari keluarga yang tidak berkecukupan. Oya, mereka juga bersama seorang kakek yang selalu menenteng tas kumal yang amat lusuh. Alhamdulillah Ya Allah… dengan menengok ke bawah, rasa sukur ini terus ter-update. Rasa sukur dan iba ini pula yang menyelamatkan adik kecil dari rasa jengkelku. 

Oke, jadi ceritanya ni yaaak, tu adek tiba-tiba berdiri, mengangkat pantatnya, dan kentut di depan saya, di depan muka saya. Lima detik berikutnya, wewangian yang aromanya tidak jauh berbeda dari comberan pun menyeruak di sana, di hidung saya SAJA. Oke, fine! Aku harus sabar, dia masih kanak-kanak. Mungkin dia sedang diare, atau sakit perut gara-gara sebelum naik bis makan sate. Entalah, apa saja makanan yang dimakannya. Hanya saja aku masih bisa bersabar. tenang aja, hal sekecil ini tidak akan membuatku kembali ke rumah dan memutuskan tidur saja seharian. Kupastikan, kaki ini akan terus melangkah, menemui seorang perempuan berhati mulia.

11.10
Bis yang kutumpangi sampai terminal Solo. Kulanjutkan langkah, mencari bis yang dapat membawaku menuju Purwodadi. Ketika masuk peron, sebal pun tak bisa dihindari lagi. Tahukah, 500 saja itu udah korupsi. Lima ratus saja itu sudah dosa. Karcis yang tertera 500 harus dibayar seribu. Sebenarnya bangsa ini tidak miskin! Hanya saja, warganya saja yang miskin sampai 500 saja harus nyolong. Tapi gara-gara ini pula aku jadi punya ide menulis cerpen sih, hehehe…….

11.13
Kulihat di ujung sana bis tujuan Purwodadi sudah menuju pintu keluar terminal. Untung kakiku cukup panjang. Untung aku masih ingat bahwa saat SD kemampuan lariku di atas rata-rata. Dalam sekejap aku sudah duduk manis di dalam bis, di samping mbak-mbak yang kudengan suaranya saat telepon, ternyata medok banget pakek sanget.

Dan perjalanan baru benar-benar dimulai di sini. Sumpah men, gue kagak naik bis ini namanya, tapi naik kuda. Dan lo harus tau, ni kuda yang gue kendarai nggak cuma bisa lari aja, tapi terbang pun bisa. Udah kaya Pegasus aja ni bis.
Entah ya, antara bis yang seharusnya sudah dimusiumkan sejak 200 tahun yang lalu, ataukah jalan yang butuh disetrika dengan temperature suhu maha tinggi. Tapi setidaknya gue beruntung. Medan jalan seperti ini tidak membuat gue mabok, yang akhirnya menumpahkan seisi perut ke muka supir gila itu. Pak Supir, bersukurlah, Anda selamat!

13.18
Akhirnya selamat dari supir gila. Bergegas kujauhi mobil kampret yang bisa saja menghabisi nyawaku itu. Di sini, di terminal Purwodadi, kunanti bis tujuan Blora yang tak kunjung datang. Beruntung aku tak sendiri. Ada sepasang bapak-ibu yang ramahnya luar biasa bin binasa. Menatap wajah penuh kepedulian mereka, mengingatkanku pada mamah dan bapak di rumah.

13.48
Bagi lo-lo pada yang ngerasa di-PHP sama calon pacar, nggak usah pakek acara sedih sambil berucap “sendu mendayu sedih hidup ini”. Sumpah, lebih nggak enak dan menyedihkan di-PHP sama supir dan kernet!!! Udah bawa bis dengan kecepatan minus, ehhhh, mereka malah turun, glengsoran di tanah. Sumpah, tu orang minta ditabok deh. Bayang pun, udah berapa puluh orang di bis ini yang mereka PHP-in? Wahhhh, kampret bener dah ni supir kernet.

Ada juga yang kehabisan kesabaran. Ibu-ibuk di sampingku, perempuan paruh baya dengan kerudung warna merah yang kalo aku bilang cara makek kerudungnya enggak banget, bikin trend sendiri, turun sambil ngomel-ngomel. Sumpah, kalo ada mamah, beliau pasti bilang, “Iki uwong, kenese mreteli!”
Ibu berkerudung merah yang awalnya kami kira akan menyelamatkan penumpang dari PHP sopir dan kernet, ternyata tidak bertindak banyak. Dia hanya turun, ngomel sendiri, di samping bis yang jauh banget dari supir kernet itu, lalu naik bis lagi. Njok ngopo buk?????


16.19
 Setelah menjalani ritual panjang selama perjalanan, akhirnya sampai juga di depan Tugu Pancasila. Hal pertama yang kulakukan begitu menginjakkan kaki di Blora adalah, menelpon Mbak Sum. Beberapa menit kemudian, Mbak Sum meluncur membawa sepedenya yang berwarna kuning.

Tidak banyak yang berubah dari Mbak Sum. Dia tetap wanita berhati mulia, yang kubilang kecantikannya nomor dua setelah mamah. Oh ya, ada sedikit yang berubah. Mbak Sum lebih item sekarang. Hihihi…. Tapi tetep cantik kok J
Selama di Blora, aku bermain dengan jagoan-jagoan Mbak Sum. Mereka adalah Bima dan Diza. Orang yang tak tahu, pasti mengira keduanya produk Londo. Sumpah men, cakep banget, taruhan deh! Kalo mereka udah gede nanti, pasti ganteng terus banyak cewek-cewek yang ngejar mereka, setia mengantri di belakang. Hihihhoiiiii….. 

Malamnya, kami menuju Alun-Alun yang ternyata tidak begitu jauh dari rumah. Emmmmm, gimana ya ngomongnya, cuman, menurut gue ni ya, ini bukan alun-alun, tapi taman kanak-kanak. Sepanjang mata memandang, yang ada hanyalah odong-odong, kereta mini, dan segala jenis barang yang berbau kencur.

Hari pun harus segera kuakhiri mengingat rasa lelah di perjalanan sudah tidak tertahankan lagi. Semalaman tidurku bisa dibilang nyenyak nggak nyenyak. Suara kendaraan yang berseliersan terus menggelitik pendengaranku.


26 November 2013

     Sudah saatnya hape menyala dan kembali ke peradaban. Ketika hape on, wa, line, wechat, dan sms sambung menyambung membuat hape saya penuh muatan. Hanya beberapa yang bisa kubalas pagi itu.

     Aku memulai perjalanan pulang dari jalanan depan rumah. Kutunggu bis tujuan Purwodadi dengan setia.

     Begitu dapet bis, kunikmati perjalanan ini dengan penuh kenyamanan. Ketika bis yang cukup normal ini sampai di depan pasar, mataku menangkap sosok yang sepertinya tidak asing bagiku. Kuikuti punggungnya yang perlahan memasuki bis, berjalan ke depan, hingga pandangan kami pun bertemu. Dan,,,,

     “Halo Buk, bertemu lagi ya?”
     
     Bertemulah aku dengan ibuk-ibuk yang kenesnya mreteli. Kami mengobrol cukup banyak di perjalanan. Ketika aku udah mulai diam karena penghayatanku yang tinggi dengan lag di mp3 ini, tiba-tiba tangan si ibuk menjawelku, sinyal jenaka dari lagu-lagu para pengamen. Hihiii, aku hanya nyengir menanggapinya. Menghindari percakapan satu arah, kucoba memulai percakapan dengan ibu itu, seorang ibu kenes yang sampai saat ini tak kuketahui namanya.

     Aku bertanya padanya, apakah dia seorang penjual. Sayangnya musik dari suara pengamen semakin riuh berpesta dengan kendangnya. Sayang, ibuk itu pun tak paham bahwa suara maha keras dari pengamen itu tentu menjadi arang melintang bagi suaranya yang terbang melayang ke telingaku yang tak berdosa ini. Dia menjawab dengan nada dan intonasi normal, yang tentu saja telingaku tak mampu menangkan suaranya. Sayangnya, ibuk itu pun tak tahu bahwa sebenarnya aku masih menikmati mp3ku yang mendengdangkan lagu-lagu nyaring melebihi suara pengamen dan suara kenes dari ibuk itu. Aku pura-pura saja menyimaknya, karena telingaku jelas tersumpal headset. Selanjutnya, aku hanya menatap bibir tipis ibu itu. Lipstiknya merah menyala, nggak meching sempurna banget dengan warna baju oranye dan kerudung oranye yang gaya memakainya enggak banget.

    Oke, itu tadi kisah perjalananku. Emmmm, mau bilang sory aja sih, ni tulisan emang ngga setia. Kenapa ngga setia? Tadi awalnya gaya penulisannya sendu mendayu, terus semakin ke sini malah jadi lucu-lucu unyu kaya mas unyu gitu. Hemmm, bukankah aku sudah bertekad untuk tidak memimpinn Itok dengan mengingatkan pada kisah duka saja? Bukankah di sekitarnya, beterbangan imajinasi-imajinasi lucu yang dapat menggelitik mulutnya untuk terus tertawa dan ceria selalu.


     Thanks to Madam Sahara (Sekar) yang udah mau jadi teman ngobrol sore ini di MK Kafe. Aku dapat merasakan senyum tulusmu yang ikut merasakan kebahagiaan atas segala pencapaianku. Engkau mengatakan, “Tok, bener-bener ya, ini tahun pencapaianmu?” Kau tersenyum dengan senyum khasmu.

   Dalam hati aku berpikir. Iya, mungkin ini memang tahun di mana pencapaianku mulai muncul ke permukaan. Dan perkataanmu, mengingatkanku pada sesuatu. 

     Sekarang tahun 2013. Selalu ada yang khas denganku di angka 3. Seperti namaku, juga diawali dengan Tri. Selama ini memang selalu ada yang khas dengan angka 3. Bukankah, dalam Islam pun menganjurkan untuk melakukan sesuatu tiga kali? hahahha 

     Aku harap, angka 3 ini menjadi permulaan yang indah. Sama seperti namaku yang dimulai dengan Tri, menjadikan si empunya nama menjelma sebagai makhluk yang indah. Hoeeeeek 


 Bantul, 28 November 2013

1 komentar:

  1. itooookkk :") entahlah ak ga paham gaya penulisan atau apapun itu. yang terpenting untukku, kau sudah mau berbagi pengalamanmu dengan kami semua. semoga menjadi sesuatu yang bermanfaat

    BalasHapus