Senin, 30 Juli 2012

Sebingkai cerita dalam 3 bulan pendewasaan


Sudah lama ya? Kurang lebih 3 bulan sudah aku tak bersama sahabatku ini, tempat aku bercuah cerita, my lepi, sahabatku yang pinter banget ini. Selama masa tidurmu ini, banyak sudah cerita terlewatkan tanpa aku berbagi dulu padamu. Tiga Bulan... selalu ada yang bermakna dengan angka 3. Mungkin karena namaku tri kali ya? Hahahhaha, sungguh, banyak sekali kisah selama 3 bulan itu. Aku sampai bingung mau menceritakan pada si lepi ini dari mana.
Sahabatku, kamu tertidur ketika aku dan kawan2ku sibuk menulis proposal awal sebagai pintu gerbang praktikum kami, dan kini kau terbangun kembali setelah cukup menguras keringatku dengan kerja pontang-panting, saat kami menyusun laporan akhir menutup kenangan ‘rempong’ praktikum 1. Hahahhaa, lucu ya :D
Awalnya aku merasa berat. Terlebih, aku tengah dikejar deadline tulisan buat telisik bul (yang sempat bermasalah), proposal dan tetek bengeknya tentang praktikum (jadi ngga begitu fokus mikirin praktikum), tugas-tugas lainnya, banyak banget. Terpaksa mempending liburan ke Karimunjawa karena harus menabung untuk si lepi. Ada kata menarik yang aku petik, setelah sharing  dengan mas zudin. Darinya, aku jadi tau bahwa tuhan ingin aku menjadi orang yang ‘berbeda’. Mulailah aku jalani semuanya dengan penuh pembelajaran kawan. Aku percaya, aku akan menjadi lebih dewasa. Semangat menjalani hari-hari berikutnya yang sepertinya (dan memang) akan lebih berat :D.
Ketika aku tau apa yang membuatmu tertidur, aku bertekad untuk mengumpulkan uang dengan keringatku sendiri untuk mendapatkan uang. Aku tau, sahabatku ini perlu banyak stimulus dolar agar mau bangun kembali. Ibarat putri salju, butuh banyak ciuman dari pangeran tampan. Hahahahaha. Iya aku bertekad tak akan meminta uang mamah dan bapak. Tak tanggung-tanggung, aku malah menyembunyikan semua ini dari keluargaku. Aku merasa lebih mudah menjalani semua ini hanya dengan sepengetahuan sahabat-sahabatku kampus dan SMA. Nantinya, di detik terakhir, mereka juga tau tentang semua ini, dan aku merasa dengan taunya mereka tentang lepiku, semua menjadi sedikit lebih berat.
Iya aku kerja serabutan. Panen uang kepanitiaan yang senilai 1 dolar itu, ngelamar kerja di warnet yang mana sempat mengorbankan acara paling spesial kedua (menurutku) di SP2MP, yang akhinya aku ngga diterima juga, kerja jadi pengelola perpus, nabungin jatah bulanan ortu perbulannya, dan jualan rok. Syukur banget ini, aku dapet link bagus buat jualan rok, yaa ... J. Ini tak lepas dari adanya masalah kepenulisan telisik bul. hahahah :D. Kerja keras itu, membuahkan uang yang alhamdulillah lebih dari cukup untuk memasukkan sahabatku ini ke rumah sakit, bahkan sisa lumayan lah J. malah bisa buat nolong temen n tetangga J hahahah, (nindul n meses, peace ya...wakakakkaka)
Selain prihatin dengan masalah si lepi, aku juga prihatin dengan perkuliahan. Kerjaanku numpang leptop di sana sini. Aku terharu dengan sahabat-sahabatku... Mereka ada di saat aku senang dan menolongku saat duka saperti ini J. Ilma, nadhia, sekar, ninda, nisa .... kalian membuatku terharu. Merekalah yang secara langsung menolongku J.  Sibbil, kikik, bin, kalian memberiku dorongan. Makasih kawaaaaaaaaaaaannnnnnnnnnn J Selain numpang mereka, aku juga sering numpang lepi sama kakak-kakak iparku. Maka tak heran bila di mana-mana ada folder kalo ngga ‘itok lagi susah’, ‘itok bastem lagi susah’, ya ‘ita bastem lagi susah’. Hahhaha... Ngga hanya itu, aku juga jadi penghuni setia perpus sampai larut malam. Untung di sana ada komputer dan tutup malem, jadi aku bisa sampe malam ngetik, browsing, baca materi dalam bentuk soft file di sana. UGM full of facilities J.
Ngomongin masalah bastem ni ya, ada sebuah cerita yang terlewatkan selama 3 bulan lepiku ini tidur, adalah adanya ‘sahabat’ baru yang lumayaaan dekeetlah, ya ngga perlu disebutin ya, udah tau lah ya anak fakultas sebelah J. Setelah tak pikir-pikir, dia datang ketika aku galau lepi. Lalu dia pun bisa dikatakan pergi ketika lepiku hendak bangun. Ya setidaknya makasih ya,,, sudah ada selama lepiku sekarat. Sayangnya, aku belum bisa menceritakan tentangmu pada lepiku ini selama aku mengenalmu dengan baik selama 3 bulan itu (ambigu) xixixiix. Setidaknya aku sudah sedikit dewasa masalah cinta hahahahah XD.
Tiga bulan yang sangat membuatku dewasa dalam menghadapi kehidupan. Kedewasaan juga dapat terjadi dengan adanya musibah lepi, dan berita duka tentunya. Berita duka tentang kepergian mbah wiji. Aku tak siap jauh dari mbak sum. Tapi pada akhirnya, aku menjadi mahasiswa penglaju kembali. Selamat saling jauh mbak sum, doakan aku cepet sukses, biar nanti aku datang padamu, mencarimu, dan berbakti padamu. Mbak sum, budeku yang aku anggap sebagai ibuku :D.
Kututup note malam ini dengan menghela nafas. Senen malam, tanggal 30 Juli 2012. Malam ini membuka kembali lembaran diari yang mungkin sempat usang di leptop. Sekaligus, menutup perjuangan praktikmum yang gila itu :D. Akhirnya aku tutup dengan mengucapkan, sayonara Praktikum Rempoooooong :D.

30 juli 2012
di kamarku yang masih berantakan (belum sempet bersihin gara-gara praktikum) 

Rabu, 27 Juni 2012

Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya 2!






Ada yang mengatakan bahwa, masa depan seseorang ditentukan oleh siapa temannya dan buku apa yang ia baca.  Buku dapat mempengaruhi dan menentukan kehidupan seseorang. Bila buku yang dibaca adalah buka yang memuat kisah-kisah inspiratif, sudah barang tentu orang-orang yang membacanya merupakan orang-orang yang inspiratif, mampu menginspirasi orang-orang di sekitar. Begitiu pula bila buku yang dibaca adalah buku pencerahan, sudah barang tentu juga orang-orang yang membacanya dapat memaknai hidup sesungguhnya dengan pencerahan-pencerahan yang ia dapatkan.
Ajahn Brahm melalui buku Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya part 2 ini, kembali mencerahkan pembaca, melalui 108 kisah inspiratif yang dibawakannya dalam bahasa yang apik. Setiap kisah dalam bagian ini, dapat dimaknai dan dipetik hikmahnya dalam kehidupan. Akan tetapi kembali lagi kepada pembaca dalam memahami isi buku ini. Well, siap-siap bagi pembaca bahwa buku ini akan membuka pikiran Anda semuanya.
Mungkin bila kita sakit dan berobat ke dokter, kita akan mengatakan “Dok, ada yang tidak beres dengan saya”. Itu sudah sering kita dengar, tapi coba, bila yang keluar dari mulut pasien seperti ini, “Dok, ada yang beres dengan saya”. Apakah selamanya penyakit itu harus dihindari? Siapa guru yang dapat mengajari kehidupan pada kita secara langsung? Ketika kita tengah sakit, sesungguhnya ada penangan yang mudah dan sederhana. Dengan menjadi bahagia kita akan sembuh. Berdamai dengan penyakit akan menyadarkan kita pada kehidupan ini. Diceritakan bahwa ada seorang yang bekerja di pertambangan, oleh karena suatu kecelakaan kerja yang disebabkan oleh kelalaian pekerja lainnya, ia kehilanagn salah satu kakinya. Hal yang menarik di sini adalah, dengan melepas, ia menerima semua ini. Bahkan kalau Anda ketahui, orang ini malah berterima kasih pada orang yang sudah membuatnya kehilangan kaki.
Adakalanya, kita perlu untuk meraih keheningan, kedamaian serta kebahagiaan. Beberapa cara yang dapat dilakukan antara lain dengan melepas gubrisan, melepas pikiran yang suka mencari kesalahan, serta tidak banyak menyimpan pikiran yang negatif. Bisa juga karena kita menerima suatu kejadian tertentu, maka kita akan terbebas. Seperti membebaskan diri setelah kehilangan Harley, harta kita satu-satunya. Cara ketiga adalah dengan memberi tak mengharapkan kembali. Karena, pengetahuan itu hanayalah papan petunjuk, hanyalah arah, mereka bukanlah yang sejati.
Dikisahkan di sini, ada seorang pemuda yang hendak menikah. Maka pergilah ia mencari pasangan hidup. Setelah berhari-hari dan berminggu-minggu, bertemulah ia dengan seorang gadis cantik, tapi pemuda itu tak bisa menikahinya. Gadis itu tidak bisa memasak. Selanjutnya, pemuda itu bertemu dengan gadis cantik yang piawai dalam memasak, tapi pemuda ini pun tidak bisa menikahinya. Gadis ini bodoh. Selanjutnya, pemuda itu bertemu dengan gadis cantik, piawai dalam memasak bahkan memiliki restoran sendiri, cerdas tentunya, memiliki gelar doktor, tapi dengan gadis ini pun, pemuda itu juga tidak dapat menikahinya. Gadis ini mencari pria yang sempurna. Tentunya ada hikmah yang dapat kita petik dari kisah ini bukan? Dikisahkan pula, pada suatu ketika, seorang guru mengumumkan bahwa putrinya akan menikah. Sayembara yang dilakukan adalah, dengan mencuri apa pun barang milik penduduk. Bagi yang berhasil mengumulkan hasil curian paling banyak dalam waktu yang sudah ditentukan, ia akan menjadi pemenang, dan mendapatkan putri guru tersebut. Akan tetapi, sayembara ini juga bersyarat, saat mencuri, pastikan tidak ada seorang pun yang melihat mereka. Tebak saja, siapa yang memenangkan sayembara ini? Justru seorang yang tidak dapat mengumpulkan satu barang pun lah yang memenangkan sayembara ini. Dia mengatakan bahwa ketika ia hendak mencuri, ada yang memperhatikan dirinya, yaitu dia sendiri. Pentingkiranya bagi kita untuk bersahabat dengan diri sendiri. Menjalin persahabatan dengan diri sendiri, membuat kita tidak akan pernah bosan dan merasa kesepian, karena kemanapun dan dalam situasi apa pun, kita selalu bersama dengan sahabat terbaik kita, diri kita sendiri.
Di tengah kehidupan ini, pasti kita pernah merasakan adanya orang sulit yang hidup bersebelahan dengan kita. Ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk menghadapi mereka seperti menerapkan prinsip bahwa kita tidak akan pernah bisa lolos dengan orang sulit ini, dan lebih melihat pada kesalahan, bukan orangnya. Dijelaskan pula dalam bab ini, bahwa menghindari pujian itu, sebenarnya merupakan bukti nyata bahwa selama ini kita dikendalikan oleh budaya kita. Dikisahkan pula tentang apa itu arti neraka sesungguhnya di kehidupan nyata. Apakah salah satunya adalah ketika kita marah?
Good? Bad? Who Knows? Bila pembaca dihadapkan dengan pernyataan seperti ini, apa kiranya yang melintas dalam benak pembaca? Bagaimana akhirnya seorang Raja selamat hanya karena kehilangan salah satu jarinya yang mana Sang Raja itu menyalahkan sang tabib, dengan hanya mengartikan kata-kata tadi? Good? Bad? Who Knows? Bagaimana pula Anda percaya, bahwa sepasang suami istri yang berkain rombeng, dapat mendirikan sebuah universitas dengan harta yang mereka miliki? Tentu ada banyak pelajaran di sini yang dapat kita petik bukan?
Ada satu cerita menarik, tentang seorang anak yang sedang bertengkar dengan ibunya. Bagaimanakah akhirnya, ketika si anak itu memutuskan untuk pergi dari rumah, dan si Ibu menyiapkan semua kebutuhan si anak dalam tas? Bagaimana kah kisah akhir yang dalam pelukan yang mengharukan tersebut?
Disebutkan, bahwa dengan keheningan, akan lebih memudahkan kita dalam berkomunikasi. Ketika kita hening, kita lebih mampu melihat, mendengar, merasakan, dan menyerap apa yang terjadi.
Pernahkah Anda mengerjakan sesuatu dengan terpaksa, sehingga dalam mengerjakannya sangat sembrono? Bila Anda pernah melakukan, dan pastinya pernah melakukannya, menurut Ajahn Brahm, Anda sebenarnya sedang membuang-buang waktu Anda. Pada kisah ini, pasti Anda akan sangat terkejut, bila mengetahui hanya dengan kedamaian dan keheningan, penyakit tumor pun akan sembuh. Bagaimana mungkin? Bagaimana bisa?  
Kisah-kisah di atas, hanya merupakan sekelumit kisah dari keseluruhan kisah dalam buku ini. Ada pemaknaan yang lebih luas, ketika kita membaca buku ini secara keseluruhan. Sekali lagi, pemaknaan dan pencerahan tergantung dari pribadi pembaca. Bila menginginkan pencerahan dan pemaknaan mendalam terkait buku ini, pembaca dapat meminjam buku berjudul Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya 2 karya Ajahn Brahm ini di perpustakaan Koperasi Kopa UGM. Terimakasih.. VIVA KOPERASI KOPMA UGM!!! BRAVO!!!

by : itok

Selasa, 05 Juni 2012

Saya Mahasiswa "Autis"

Okey guys, akhir-akhir ini aku jaraaaaaaaaaaaaaaaaang banget bisa maen saha sahabat-sahabatku. Jangankan ya curhat curcol atopun nge gosip, ketemu aja jaraaaang. Alih-alih,, semua ini karena sahabatku lagi sakiiiiiitttt

Minggu, 18 Maret 2012

RESUME OF "Mereka Bilang Aku Gila"


MEREKA BILANG AKU GILA

Membuang, mencampakan, membiarkan lepas begitu saja menghadapi kehidupan luar yang liar merupakan tindakan paling salah yang dilakukan oleh keluarga terdekat untuk seorang penyandang penyakit mental. Bagi penyandang penyakit mental yang terganggu jiwanya dan terganggu segala macamnya, yang mereka butuhkan pertamakali untuk mendukung kesembuhannya adalah dorongan dari keluarga inti. Ketika dorongan penyemangat dari keluarga itu tidak ada, alhasil, kisah tragis seperti Ken Steele, penyandang penyakit mental yang terganggu jiwanya dengan nama skizofrenia inilah yang akan terjadi.
Ken Stele, dalam usianya yang ke 14, mulai mendengarkan suara-suara halusinasi yang menyuruh untuk mengakhiri hidupnya. Suara-suara itu terdengar seakan mengejeknya, membuatnya depresi, berteriak-teriak tanpa celah, mengikuti ke mana Ken pergi. Pada akhirnya, suara itu berhenti, setelah menemani perjalanan hidupannya yang luar biasa selama 32 tahun. Pada awal-awal usia suara itu, Ken sempat melakukan apa yang disuruh oleh suara-suara tersebut dengan melarikan diri ke hutan, terjun ke jalan, membakar tubuhnya dnegan bensin, tetapi semua usaha itu gagal. Pada awal-awal usaha mengusir suara itu, Ken mendatangi sahabat satu-satunya, neneknya sendiri untuk menceritakan tentang suara-suara itu. Dari sang nenek, Ken mengartikan suara-suara itu adalah iblis seperti pada kitab injil yang mengganggunya, mencoba menguasai kehidupannya. Namun hal itu pun tidak membuat Ken lantas sembuh atau tenang, maka pergilah ia ke gereja menemui pastur, untuk melakukan pengakuan dosa. Seusai ia melakukan pengakuan dosa, entah tiba-tiba ia dibawa ke rumah sakit guna melakukan pemeriksaan medis, dan itu tak lain dan tak bukan adalah tindakan snag pastur. Ketika pemeriksaan belum selesai, Ayah Ken yang kurang begitu peduli terhadap penyakit putranya ini, membawanya pulang. Ketika usaha itu dicegah oleh berbagai pihak, sang ayah tetap membawa Ken pulang dan membiarkan nasihat itu berlalu begitu saja di telinganya.
Tak lama setelah kejadian itu, Ken mendatangi sang ayah dan bertanya tentang penyakit macam apa yang diidapnya. Dari mana asal suara-suara jahat itu? Serta mengapa tingkahnya kian begitu aneh. Karena menerima tekanan terus-menerus dari Ken, sang ayah pun menuliskan nama penyakit yang diidap Ken dengan huruf besar, SKIZOFRENIA.
Dari buku di perpustakaan, Ken mengetahui definisi dari penyakit skizofrenia yang kini bercokol pada tubuhnya. Dari sana dikatakan, bahwa Ski.zo.fre.nia : penyakit jiwa yang ditandai oleh penolakan terhadap realitas, berkhayal (delusi), halusinasi, dan hancurnya kepribadian. Ciri-ciri lain mencakup kegilaan dan merasa berkuasa, tetapi daya pikir tidak berkurang. Dari sana pula, Ken mengetahui fakta yang mengecewakan bahwa penyakit tersebut merupakan penyakit yang tidak bisa disembuhkan.


Sebenarnya, Ken termasuk anak  jenius di sekolah. Dia suka membaca, dan nantinya, di beberapa rumah sakit jiwa dia selalu meminta buku karena dengan membaca jiwanya bisa sedikit lebih tenang, dan suara-suara yang memborbardirnya tidak akan begitu mengganggu ketika ia membaca. Ayahnya sendiri menginginkan Ken pandai dalam bermain football. Tapi kenyataannya, Ken sama sekali tidak bisa memenuhi harapan sang ayah. Dalam bidang akademik pun, Ken terus mengalami kemerosotan, hingga pada akhirnya, Ken sudah mendapati dirinya tidak disekolahkan oleh orang tuanya. Ken tidak lulus SMA.
Menghadapi kenyataan bahwa kini Ken sudah tidak lagi sekolah, merupakan transisi dari statusnya yang dulu pelajar menjadi pengangguran. Untuk itu, dengan hanya diantar sampai stasiun oleh kedua orang tuanya, Ken berpindah ke kota lain untuk mendapatkan pekerjaan. Dari sinilah awal kisah Ken bersama suara-suara itu sesungguhnya dimulai.
Sesampainya di kota tujuan, Ken mendapati dirinya dalam kebingungan. Hal semacam inilah yang dijadikan mangsa oleh orang-orang seperti Ted. Tak lama setelah Ken sampai di stasiun, dia berkenalan dengan Ted, dan menginap di kamar Ted atas tawaran dari Ted. Dari perkenalan inilah, Ken dibawa kepada dunia pelacuran waaria yang kelam. Melayani pria satu dan yang lainnya pada malam-malam selanjutnya. Masih juga harus  memenuhi kebutuhan seks Ted. Semakin menangnya suara-suara itu dalam kehidupan Ken. Mereka semakin memilki bahan untuk menyerang Ken. Ini membuat Ken semakin depresi.
Pada suatu kesempatan, Ken melarikan diri dari hidup Ted. Tentu saja Ted tidak akan tinggal diam. Pada tahun-tahun setelahnya, Ted masih mencari-cari Ken yang akhirnya ditemuinya di Rumah sakit jiwa, membawa kembali Ken pada dunia pelacuran, hingga pada akhirnya Ken kabur untuk yang kedua kalinya dari kehidupan Ted. Pada kaburnya Ken yang pertama dari kehidupan Ted, Ken selanjutnya berpindah dari jalan satu ke jalan lain. Menjadi penyandang tunawisma bersama dengan suara-suara yang dimilikinya. Memenuhi keinginan-keinginan suara-suara tersebut. Ken mencoba mengakhiri hidupnya, lalu ketika ada orang yang memergokinya, dibawalah ia ke runmah sakit negara dengan status ‘paksaan’.
Di rumah sakit jiwa, Ken diminumkan obat ini itu. Di sidang dalam pengadilan dalam beberapa periode. Memasuki kelas isolasi, mendapatkan hak jalan-jalan, memasuki rumah transisi, mendapatkan pekerjaan, keluar dari rumah sakit entah itu karena sudah dinyatakan layak keluar maupun kabur, itulah serangkaian kisah yang mewarnai kehidupan Ken selama 32 tahun. Berpindah sari rumah sakit jiwa satu ke rumah sakit jiwa lainnya. Menjajal rumah sakit jiwa a sampai z. Melalui tahapan pengobatan di rumah sakit sampai ia hafal betul apa saja tahapannya, serta kiat-kiat apa saja bila ia ingin mendapatkan hak jalan-jalan. Dinyatakan layak, keluar rumah sakit. Di kehidupan luar, memenuhi keinginan suara-suaranya, masuk lagi rumah sakit. Keluar masuk rumah sakit seperti rumahnya sendiri, dengan status ‘paksaan’ dan ‘sukarela’. Itulah rangkaian kisahnya yang membuat buku ini nampak seperti hamberger, dan aku sampai laper membacanya.
Pada suatu ketika, ia menelpon orang tuanya. Tanggapan datar muncul dari mulut ke dua orangtuanya setelah sekian lama berpisah. Ternyata, nenek Ken sudah meninggal. Ken  juga sudah memiliki seorang adik. Pada suatu ketika juga, kedua orangtua Ken hendak menjemputnya, karena sang adik ingin bertemu dengan sang kakak. Justru karena pertemuan inilah, rasa menjadi anak yang ‘terbuang itu kembali muncul’. Ken mulai suka minum, dan tak jarang mengkonsumsi obat-obatan terlarang. Dengan melakukan itu, Ken merasa lebih tenang tidak terlalu dikuasai oleh suara-suaranya, akan tetapi, justru inilah yang membuat hidupnya menjadi semakin kacau. Pada awal-awal sampainya Ken di rumahnya, dia disambut hangat oleh keluarganya. Adiknya sering mengajaknya ngobrol, dan tak jarang mengajaknya untuk bermain football. Adik Ken ini benar-benar bisa memenuhi harapan sang ayah. Ken pula dicarikan pekerjaan oleh ayahnya. Akan tetapi, Ken tetaplah dikuasai oleh suara-suaranya. Pada suatu ketika, Ken tidak berangkat kerja. Dia minum bir sampai mabuk, dan hendak memenuhi pertmintaan dari suaranya untuk mengakhiri hidupnya. Alhasil, bukan kematian yang terjadi, melainkan hal yang lebih buruk dari itulah yang terjadi. Sesadarnya Ken dari kemabukannya, Ken sudah mendapati dirinya di dalam sel bersama sekujur tubuhnya yang biru lebam.
Berita tentang Ken ini tersebar di surat kabar dan menjadi halaman pertama. Di sana dikatakan bahwa Ken melakukan tindakan amoral berupa mempertontonkan badannya yang bugil di kamar mandi stasiun, kemudian lari-lari dikejar polisi, sampai akhirnya dia dipukuli massa dan dimasukkan dalam sel penjara. Setelah menutup telepon, Ayah Ken menjemputnya, dan memberikan jaminan. Ken pun bebas. Kali ini benar-benar bebas. Sang adik sudah tidak mau mengobrol dengannya. Orangtuanya pun menyuruhnya pergi dari rumah dan tidak diperbolehkan kembali lagi walau sekalipun.
Kembali lagi Ken menjadi tunawisma, dan langganan rumah sakit jiwa. Terkadang dia merasakan rumah sakit jiwa tempatnya dirawat bak neraka. Suatu ketika pula dia merasakan benar-benar nyaman berada di rumah sakit jiwa, karena mendapati pelayanan yang baik serta keluarga yang mensupportnya untuk benar-benar sembuh. Singkat cerita, ketika Ken tengah berada di rumah sakit jiwa yang membuatnya merasa nyaman, memberinya keluarga, Ken merasa sedikit marah dan tertantang untuk memperjuangkan nasib orang yang terganggu jiwanya. Lebih tepatnya, itu terjadi setelah Gubernur Cuomo berkata bahwa keputusannya untuk menandatangani undang-undang itu merupakan “tindakan yang baik dan mengharukan, tetapi bukan langkah politik yang cerdas sebab orang-orang berpenyakit mental tidak memberikan suara, sedangkan mereka yang menentang penandatanganan ini sebaliknya”.
Menghadapi kemarahannya, pada November 1994 Ken memulai proyek pemberdayaan pemilih Kesehatan mental. Hari-hari serta bulan-bulan berikutnya, Ken disibukkan dengan pekerjaan tersebut, atas restu Dr. Seiden. Hingga karena kesibukannya itulah, pada suatu sore Ken menyadari bahwa, dia kehilangan suara-suaranya.
            Dalam proses penyembuhan Ken, Dr. Seiden memang memberikan obat yang berbeda. Dia selau menanyakan kepada Ken, “Adakah efek samping setelah kamu meminumnya?” Ken pun mulai menyadari pentingnya pertanyaan tersebut. Dia menarik kesimpulan bahwa obat-obat itulah yang sudah mengusir suara-suara iblis itu. Pada suatu terapi, Ken mengatakan kondisi kenyataan hidupnya dengan sebenar-benarnya kepada Dr. Seiden. Dia pula mengatakan tentang suara-suaranya yang sudah hilang. Mulai saat itulah lembaran baru dibuka oleh Ken.
            Untuk selanjutnya, Ken menerbitkan New York City Voice : A concumer Journal for mental health Advocacy. Ken pulalah yang menjadi penyunting The Reporter, sebuah berita berkala bulanan Aliansi nasional untuk penyakit mental/cabang NCY-Metro dan juga menjadi juru bicara Asosiasi kesehatan mental nasional “Partner in Care”. Selanjutnya, hari-hari Ken disibukkan dengan menjadi pendengar bagi orangtua-orangtua yang anaknya mengalami gangguan mental, pemberi solusi-solusi dari orang-orang yang memghubunginya, berbagi kisah hidupnya yang sempat hilang selama 32 tahun ke berbagai negeri.
Ken merasa kini hidupnya sangat jauh berbeda. Dia kini sudah mendapatkan kembali kehidupan, setelah selama 32 tahun suara-suaranya telah mengambil kehidupan darinya. Dengan didampingi oleh orang-orang yang peduli dengannya, keluarga baru yang selalu menyuportnya dari belakang dan dengan setahun dua kali dikunjungi oleh kedua orangtuanya (pada hari natal dan hari ulang tahunnya), Ken memiliki khayalan :: Pada abad baru ini, orang berpenyakit mental akan punya sarana untuk meninggalkan gubuk-gubuk pengasingan. Akhirnya kami akan bergabung bersama masyarakat pada umumnya, tempat kami akan mampu hidup sebagai individu-individu yang mandiri dan bukan sebagai kelompok orang yang dikenal dan ditakuti karena nama penyakit kami.



*Ken Steele meninggal dunia akibat serangan jantung di rumahnya, 7 Oktober 2000, dua hari sebelum ulang tahunnya yang ke-52.



^*^ Semoga Bermanfaat Gan
By : Ita Tifuzh

RESUME OF "Three Cups of Tea"


Three Cups of Tea

Novel yang diangkat dari kehidupan nyata ini menceritakan tentang sebuah perjalanan mantan pendaki dalam upaya penyejahteraan penduduk yang tertindas di pakistan utara, serta pengentasan buta huruf, terutama pada perempuan. Ialah Greg Mortenson, merupakan seorang pendaki, yang tengah mencoba menaklukkan puncak tertinggi kedua di dunia, K2 Himalaya. Saat itu, nampaknya nasib sedang tidak berpihak padanya. Dia tengah tersesat dalam kesendirian, kehilangan temannya. Dalam kegagalan itu pula, nyawanya pun hampir melayang, kalau bukan karena ditolong oleh penduduk suku Balti.
Selama beberapa hari kemudian, orang yang nantinya akrab dipanggil Dr. Greg ini dirawat oleh suku Balti, sampai keadaannya bisa dibilang sembuh benar. Di sini, bertemulah Greg dengan sesepuh desa bernama Haji Ali. Kedepannya, Greg sering mendapat nasihat yang merupakan pelajaran berharga dari Haji Ali. “Pada cangkir pertama, engkau masih orang asing; cangkir kedua, engkau teman; cangkir ketiga, engkau bergabung dengan keluarga kami. Sebuah keluarga yang siap untuk berbuat apa pun-bahkan untuk mati” begitulah kata Haji Ali.
Greg mendapatkan keramahan dari warga muslim di sini, maka tak heran bila ia betah. Dia pula sudah memahami benar tentang kondisi tempat ini, bahkan bahwa daerah ini menderita kemiskinan, kondisi yanag jauh dari sejahtera, banyak bayi meninggal sebelum ulang tahunnya yang pertama, banyak pula yang kekurangan gizi, penyakit-penyakit berbahaya, di sini Greg yang notabenenya bekerja sebagai perawat di negaranya, Amerika, menolong penduduk dengan ilmu yang ia kuasai. Keadaan yang begitu mencekam, sampai saat ia melihat kondisi sekolah di daerah ini. Para anak-anak yang semangat menuntut ilmu, karena keterbatasan mereka berkumpul di atas tanah yang membeku, mengerjakan pelajaran mereka tanpa guru, karena mereka harus berbagi guru dengan kawasan tetangga. Mulai dari sinilah perjalanan hidup barunya akan dimulai. Greg berjanji akan mendirikan sekolah bagi penduduk Korphe.
Greg merupakan anak sepasang suami istri Dempesy dan Jerene. Ayahnya, Dempesy merupakan seorang yang tergugah hatinya, hingga mendirikan rumah sakit dengan penuh perjuanagn. Darah kepedulian ini kelak akan diwariskan pada anak laki-lakinya, Greg, sebelum ia meninggal karena serangan jantung.  Adiknya sendiri, Christa, juga meninggal karena suatu penyakit bernama meningitis, radang selaput otak.
Dalam perjalanan petualangannya, tentu saja Greg medapati banyak kendala, dimulai dari pendanaan, percintaan, penolakan,  dan ancaman bahkan perang. Dalam pendanaan untuk dapat membangun sekolah yang sudah Greg janjikan pada penduduk desa Korphe, Greg snagat terbantu dengan adanya Jean Hoerney, yang notabenenya sama-sama mantan pendaki. Dengan adanya si kaya raya Hoerney ini, tentu saja Greg sangat terbantu, sampai pada penyelesaian sekolah Korphe. Bahkan atas inisiatif dan bantuan dari Hoerney, Greg menjadi direktur institusi Asia Tengah, Central Asia Institute (CAI). Dengan adanya CAI ini, perjalanan pendirian sekolah tidak hanya berakhir di Korphe, tetapi meluas hingga puluhan sudah berdiri sekolah dengan dana CAI, memiliki puluh ribuan jumlah siswa yang jumlah tiap pekannya tidak tentu karena CAI juga memberikan gaji, serta kebutuhan sekolah.   Di sini, Greg mendapatkan pelajaran berharga dari Haji Ali, bahwa dalam mendirikan sekolah, jangan langsung menuju suatu daerah jauh yang belum tentu ada satu orang pun yang kamu kenal, tapi mulailah dari kampung ke kapung yang dekat. Haji Ali pula berpesan agar jangan sampai Greg keluar ataupun pergi ke suatu tempat tanpa ditemani sesepuh atau pun seseorang yang paling berpengaruh di suatu desa tersebut. Hal ini sangat terbukti, bahwa Greg sempat pernah diculik oleh suatu kelompok.
Dalam pembangunan sekolah Korphe ini, Greg sempat mengalami banyak masalah, hingga Greg sedikit lebih lama menunjukkan foto sekolah ini pada Hoerney sebelum ia meninggal karena suatu penyakit keras. Bermula dari daerah lain yang menginginkan dibangunkannya sekolah, hingga Greg sempat kehilangan bahan bangunannya, dan ketika ia sudah mendapatkan bahan bangunannya lagi, penduduk desa korphe lebih membutuhkan jembatan terlebih dahulu dari pada sekolah. Karena hambatan ini juga, Hoerney harus mengocek rupe lagi agar sekolah di korphe dapat segera berdiri.
Di tengah masa-masa sulitnya, ketika bisa dibilang Greg tidak memiliki tempat tinggal, dia mendapati masalah dalam percintaan. Mulai dari ditinggal teman kencannya kembali pada kekasih lamanya, sampai ia bertemu dengan Tara. Tara ini, adalah labuhan hati terakhir bagi Greg, sampai akhirnya mereka mempunyai dua orang anak. Dan karena tuntutan pekerjaan pula, ditambah bekerja di daerah yang dianggap ‘bahaya’, Greg sedikit sekali memiliki waktu untuk keluarganya. Tetapi, Tara merupakan perempuan yang luar biasa, dia bisa menerima sang suami apa adanya, meski dia sering gelisah di tengah kesepiannya, menanti kabar dari Greg apakah sang suami berada dalam keadaan masih aman.
Greg merupakan seorang yang sangat dihormati karena dedikasinya yang tinggi pada penduduk muslim, walaupun notabenenya dia merupakan Kafir. Dengan dana minim, dia sanggup mendirikan sebuah sekolah, karena dia memperhitungkan semuanya secara masak. Walaubagaimana pun juga, dana yang ada dalam rekening CAI terbatas. Harus ada suatu upaya, agar CAI semakin berkembang. Greg sering melakukan presentasi memutar slide, berharap yang melihat presentasinya akan terkesima dan bersedia membantu. Pada awal perjalanan, hanya beberapa yang hadir. Akan tetapi, setelah dieksposenya berita tentang perjalanan Greg ini pada sebuah majalah parade, langkah CAI dan Greg nampak semakin mulus. Selanjutnya, saldo di rekening CAI terus membaik, hingga Greg dapat mengangkat beberapa karyawan lagi sampai adanya kenaikan gaji.
Keluar dari masalah pendanaan, Greg masih dihadapi dengan masalah lain. Bagaimanapun juga, Pakistan dan Afanistan merupakan daerah berpenduduk Muslim, sedangkan Greg adalah seorang Kafir. Walau keduanya saling menghormati, tapi tidak berlaku bagi warga negara asal Greg. Teroris yang meledakkan kota New York telah mengambil peran di sini. Amerika menganggap bahwa mereka merupakan sekumpulan teroris, dan muslim adalah musuh terbesar Amerika. Pemerintahan Pakistan pun mempunyai hubungan yang kurang baik dengan Amerika, oleh beberapa serangannya. Selanjutnya, aktifitas CAI mendapat kecaman dari sana-sini, dari mullah-mullah desa di negara muslim ini, bahkan sampai pemerintahan Amerika.  Dalam situasi seperti ini, Greg muncul sebagai tokoh perdamaian. Dia mengatakan pada dunia lewat majalah parade, bahwasanya untuk memerangi teroris, adalah bukan bom dan serangan-serangan, melainkan PENDIDIKAN. 
Walau sampai sekarang, perang belum juga berakhir, toh Greg sudah mendapatkan banyak sekali kemenangan. Dia sudah mengambil simpatisan dunia, dan adanya seorang gadis bernama Jahan, cucu Haji Ali, di mana dia merupakan sebuah gambaran Gadis yang bercita-cita sebagai gadis super, yang menjadikan gambaran kesuksesan Misi Greg. Dan dari berbagai permintaan yang datang dari segerombolan orang yang meminta didirikan sekolah di daerahnya, Greg sudah berusaha memnuhi janjinya. Kini, di akhir buku, dia tengah berhadapan dengan seseorang bernama, Sadhar Khan. Sama seperti satu dekade sebelumnya bersama Haji Ali, Greg tengeh berjanji akan mebangun sekolah dari permintaan seorang lelaki  yang datang dengan menunggangi kuda, untuk pendirian sekolah di daerah lelaki tersebut.  



^*^ sEmoga BerManfaaT 
BY : Ita Tifuzh

Jumat, 17 Februari 2012

Beberapa jam menjadi penentu


Aku memilki sahabat-sahabat yang hebat. Mereka adalah orang yang baik hatinya karena mau bersahabat dengan orang menyebalkan semacam aku, mereka semua cantik danmanis di mana-mana menjadi primadona tidak seperti diriku ini, dan yang penting kedua setelah baik adalah, mereka memberiku motifasi lewat hidup mereka. Mereka semua adalah orang terpilih, yang mana atas kualitas yang mereka miliki memiliki banyak amanah. Mereka kini menduduki posisi-posisi sentral suatu organisasi, mereka semua tanpa kecuali. Kikik yang diamanahkan sebagai bendahara umum JMF, Luluk yang memegang posisi sebagai bendahara Kapstra, Afra si otak  jiplakan IPS  yang konsisten sebagai sekretaris Kapstra, Ilma tembem yang menjadi Kabid BPU, sungguh bukan posisi yang bisa diremehkan, Nadhia yang menduduki posisi tak kalah penting di menwa, dan ini yang paling membuat cemburu, dia menjadi primadona di sana, Sibil yang berkali-kali mendapatkan prestasi juara pertama dalam bidang ‘kejurusan mantra seorang dukun’ serta Nisa yang siapa orang di dunia ini yang tidak mengetahui ketulusan hatinya, dia adalah seorang perempuan yang dikenal orang lewat ketulusan dan kebaikan hatinya, dan kau tau kawan, kurang lebih selama setahun ini aku memperhatikannya, dia selalu mendapatkan amanah dalam setiap acara yang diselenggarakan Kapsra, dan itu bukanlah amanah yang main-main . Mereka sudah menjadi orang berpengaruh di tempat yang mereka pilih. Lalu ketika kami berkumpul, selanjutnya yang menjadi pertanyaan adalah tentang diri ku, di mana aku berada, apakah aku sejajar dengan mereka?

Sebenarnya aku ingin memulai tulisan ini dengan kalimat “aku malu menjadi sahabat dari sahabat-sahabatku”. Tapi aku mengurungkan niatku, lantaran itu akan menjestifikasi diriku untuk belum menerima amanah sebagai staff humas Kopma tahun ini. Ya, aku hanya akan positif thinking saja di sini. Aku akan menyatakan, kalau “sahabat-sahabatku, tidak akan kecewa memilki sahabat seperti aku”. Itu baru kalimat positif yang membangun. Well, beberapa menit lalu aku membaca sms dari Tari, sahabatku di Kopma. Dia mengatakan, dia sedang nervous, menanti datangnya hari Jumat, karena beberapa jam nanti akan diumumkan hasil seleksi staff. Sama halnya denganku, aku juga nervous. Tapi di sini aku tidak ingin terlalu berharap. Aku tidak boleh ambisius lagi. Aku memang menginginkan posisi tersebut, tetapi, Tuhan lebih mengetahui di mana seharusnya  aku berada. Dan dengan sedikit kesabaran, aku terus menanti waktu selanjutnya yang akan tiba sebagai penentu.

Beberapa jam lagi, akan ditentukan kesejajaranku dengan sahabat-sahabatku. Beberapa jam lagi, aku akan bisa menginspirasi mereka. Beberapa jam lagi, semua akan mulai berubah. Beberapa jam lagi, akan menentukan seberapa banyak waktu yang bisa aku habiskan bersama mereka.

Bagaimana pun nanti pengumumannya, aku akan tetap bangga pada diriku sendiri. Aku akan buat sahabat-sahabatku bangga dengan diriku. Jikalau aku adalah orang terpilih, tentu saja aku sangat senang karena secara tidak langsung aku tidak akan malu dengan sahabat-sabataku, karena nantinya, aku akan sejajar dengan mereka. Akan tetapi, jikalau belum tahun ini aku mendapat amanah tersebut, aku bisa menginspirasi serta menyejajarkan posisiku dengan mereka lewat kelebihan-kelebihanku seperti menulis, berenang, dan sudah diterima atau belum diterimanya aku menjadi staff humas nantinya, aku akan membuat mereka terinspirasi melalui prestasi lomba kepenulisan. Ini adalah janji untuk diriku sendiri. Ini juga, janjiku untuk sahabat-sahabatku. I’M PROMISE !!!