Selasa, 31 Desember 2013

Hikmah Pantang Menyerah Part 2


 
 
PS: Untuk Abang yang membawakan pesan dari Borneo sana. Ketika sekali dua kali aku mendaki pegunungan, Engkau seringkali menerobos belantara hutan Kalimantan untuk menamkan logo BPN di perut bumi. Kita berada dalam dua persimpangan jalan yang sama sekali tak sama. Pastinya, setiap jalan yang dipilih adalah jalan yang terbaik. Oke, tulisan ini dimuat dalam kolom Cerma Minggu Pagi Kedaulatan Rakyat edisi 27 Desember 2013. Thanks alot untuk inspirasinya, My Brother Hadi Yuntarto

Menulislah, karena dengan tulisan, Engkau mampu merubah peradaban!

Kelak, tulisan akan menemukan peradabannya. Ia hadir di setiap jalan, sebagaimana tuannya mengarahkan. Menulis dapat digunakan sebagai sarana dakwah. Menulis dapat dijadikan alat penguat untuk mempengaruhi orang lain. Menulis akan menyelamatkan mereka dari keterpurukan ilmu pengetahuan. Dan menulis, akan membuat pepatah yang mengatakan 'Buku Jendela Dunia', menjdi tidak sia-sia. Bukankah pepatah itu ada, karena adanya seorang penulis?

Aku menulis, membagi beragam pemaknaan hidup dari sepenggal perjalanan. Aku menulis, untuk mereka yang sudah menginspirasiku. Aku menulis, agar orang lain turut terinspirasi.
— bersama Hadi Yuntarto.
 
 

Kamis, 26 Desember 2013

Perkanalkan, namaku Itok! Si Ulat Kecil yang terus menerus bermetamorfosis



25 Desember 2013
Perkanalkan, namaku Itok! Si Ulat Kecil yang terus menerus bermetamorfosis



Halo, namaku Tri Puspitasari. Dari kecil aku dipanggil Ita. Namun, seiring pentahapan kehiduan yang aku jalani, sapaanku kian bervariasi. Ada yang memanggilku ikan teri waktu SMP. Tidak itu saja, waktu SMP aku juga dipanggil Kucing. Tahu kenapa? Karena namaku Tri, dibuat-buat jadi Teri. Karena namaku Puspita, maka mereka memanggilku Pussssssssssss, seperti memanggilku kucing. Alhasil, jadilah nama sapaanku Kucing.

Memasuki SMA aku keluar dari masa kelam penamaan hewan itu. Aku memulai perkenalan dengan teman-teman SMA dengan menyebutkan nama panggilanku, Ita. Apa? Mereka tidak percaya. Mereka malah memanggilku Tri, Pus, dan, sampai akhirnya, semuanya kompak memanggilku, Ipuz (perhatikan ini: Tr Ipus pitasari). Ya, setidaknya lebih berkemanusiaan dari pada jaman SMP yang berperikehewanan ya! Oke, kalo di kampus, mereka memanggilku, Itok! Ya, inilah aku! Itok, si ulat kecil yang terus menerus bermetamorfosis!

Itok seperti namanya, Tri! Dia anak ketiga dari tiga bersaudara. Itok adalah senjata pamungkas bagi kedua orang tuanya! Ia dibesarkan di keluarga yang menjunjung prinsip kesederhanaan! Maka inilah Itok, apa adanya! Tidak usah dibuat-buat, dikurangi, apalagi ditambah hingga akhirnya harus berubah seperti rangers kuning!

Itok adalah mahasiswa yang menganut sistem strukturalis! Sejujurnya, ini bukanlah pilihan hari nurani! Hanya saja sifat pelupa yang sudah melekat dan mendarah daging, membuatku wajib menuliskan target-target hidup dalam jangka waktu yang runtut!





Itok, itulah kenapa ia anak terakhir. Seperti anak terakhir pada umumnya, manja, egois, sukar mengalah, dan macam-macamnya yang bisa Anda-Anda sekalian bayangkan untuk sifat anak terakhir! Etttt, tapi ingat perkenalanku di muka! Itok adalah si ulat kecil yang terus menerus bermetamorfosis! Untuk menjadi seekor kupu-kupu yang indah dan dissanjung banyak makhluk, bukankah si ulat melalui pentahapan-pentahapannya? Dan inilah aku, Itok! Selama masa metamorfosis yang tidak akan pernah menjadikan wujudku seperti kupu-kupu, aku selalu berbenah! Hingga akhirnya, keegoisanku dapat berkurang. Hingga akhirnya, aku dapat mengalah. Hingga akhirnya, insyaAllah semua menjadi lebih baik. Tahu ukuran lebih baik seperti apa?

Ukuran adalah bukti! Buktinya, selama ini orang-orang di sekitarku nyaman-nyaman saja dengan sikap dan tingkahku! Hahahhaha! Dan mereka, adalah, oang-orang yang insyaAllah baik dan kadar imannya tinggi! :)



Jika aku sudah baik seperti itu, kenapa aku masih menjasi si ulat yang bermetamorfosis dan tidak pernah menjadi kupu-kupu? Hahhaha, bukankah kita semua tahu, tidak akan ada manusia yang sempurna? Kesempurnaan hanya milik Allah semata!

Itok adalah si ulat yang menjejalkan dirinya dalam panggung komedi. Aku akan mengambil setiap sisi lucu dari kehidupan ini. Maka, Itok harus selalu ceria, penuh semangat, dan imut! Itok siap menebarkan bening semnagat bagi jiwa-jiwa mereka yang kering, penuh keluhan dan penyesalan! Karena Itok, suka yang lucu-lucu dan unyu-unyu :p

Akhirnya, Itok adalah orang yang tidak akan mengecewakan kepercayaan orang lain. Mereka percaya Itok akan menjadi penulis tersohor seperti Dewi Lestari, Andrea Hirata, dan Asma Nadia! Dan Itok, insyaAllah tidak akan membuat fans-fans Itok kecewa!  

Oke, mau tau apa lagi tentang Itok? Mungkin aku harus menceritakan tentang hal ini, siapa tahu kalian akan bertindak! Itok suka sekali makan coklat! Siapa tahu setiap liqo hari Jumat, kalian mau membawakan coklat untukku :)



Oya, Itok saat ini dalam tahap berlari, mengejar mimpi! Itok adalah pamungkas, yang mana aku harus berlari mengejar abang-abangku yang sudah menduduki singgasananya! Itok percaya, suatu saat nanti, Mamah Itok akan tersenyum bangga, bahkan melebihi senyum untuk abang-abanngnya Itok mungkin, insyaAllah! Itok akan meletakkan singgasana, di tempat tertinggi, di mana siapa pun makhluk yang bermukim di negeri korup ini, mampu melihatnya! Singgasana itu, insyaAllah akan tampak cerah di mata orang-orang yang suka mencerca bangsa ini juga! Apalagi kalau bukan menjadi penulis! Aamiin :)

Oke, cukup segini dulu ya deskripsi diri sendirinya, capek ngetiknya je! :p

Sabtu, 07 Desember 2013

Ketika Salah Satu Diantara Kita Akan Pergi



6 Desember

Pendakian Pertama, Lawu. Saat Nadhia membantuku membenahi rensel


Aku kembali menulis tentang dia. Seorang sahabat yang kini sudah seperti saudara sendiri. Hari ini kembali mata batin kami terikat. Saat ia hendak naik gunung, tanpa aku.

Seperti biasa aku bertendeng di kosnya yang merupakan mantan kamar kosku. Kuhabiskan waktu untuk menikmati fasilitas wifi dan juga menemaninya sebelum mendaki. Kami berdua melakukan pendakian bersama. Pendakian pertamaku, adalah pendakian pertamanya juga. Sudah dua kali kami mendaki. Meski kelompok pendakian kami selalu berbeda, tapi kami selalu didapati bersama. Dan kali ini, pendakiannya yang ketiga, akan dilakukan tanpa aku. Tanpa aku yang kini sibuk melahab proyek-proyek kepenulisan, proyek yang selama ini dan di masa depan kuidamkan.

Pendakian Pertama, Lawu. Pencapaian puncak Gunung untuk Kita Berdua


Dia sempat meninggalkanku sendiri di kamar untuk meminjami keperluan mendaki. Aku kembali berkutat dengan tulisan, sampai ia kembali. Waktu ternyata beranjak kian cepat. Tidak terasa sudah terdengar azan asar dan hari sudah sore. Rasanya sudah seharian telingaku mendengarkan keluhannya. Sayangnya, Nadhia hobi sekali mengeluh. Berkali-kali diamengatakan bahwa ia tak siap dan merasa pendakian ini terlalu dipaksakan. Dia sempat mengatakan, dia ragu dengan pendakian ini. Aku melihat dia tidak bersemangat dengan pendakian ini. Sempat pula ia berkata, bisajadi karena penmendakian kali ini tidak dilakuakn bersamaku. Hohohhoho , kami pun tertawa lepas.

Sudah waktunya bagi ia berkumpul dengan kelompok, dan aku pun sudah selesai dengan semua tulisan ini. Kami pun melangkah keluar bersama. Mungkin bisa dibilang kebetulan. Mungkin juga bisa dibilang ikatan batin yang kuat. Baru langkah kami sampai di lantai 2. Baru kami hendak mengambil helm dan keluar dari kos, hujan tiba-tiba turun. Awalnya, hujan ini hanya berbentuk gerimis, sampai akhirnya hujan deras pun tiba. Langkahnya terhenti, dan entah mengapa langkahku untuk pulang pun ikut terhenti.

Pendakian Kedua, Merbabu. Kita masih bersama, berdua

Dia kembali terus mengeluh. Dia terus menimbang-nimbang keputusannya, Di saat kebingungan mengganggu alam pikirnya, aku mendapat kabar dari Mas Risa bahwa tulisanku tidak bisa dibaca karena dalam format word 2010. Aku pun meninggalkan Nadhia, memberinya waktu untuk berpikir lagi. Segera aku naik ke lantai 3, mengganti format word dan mengirimnya ulang. Kembali aku bergelut dengan beragam urusan dalam dunia tulim menulis, sampai akhirnya, resmilah aku tergabung dalam keluarga besar re!media service!  Sampai akhirnya, Nadhia naik ke lantai 3 dan menyergahku.

Hujan sudah reda. Alam seakan membisikkan tanda-tanda pada kami bahwa kemungkinan besar merapi tak akan turun hujan malam ini. Tapi entah, Nadhia sudah memutuskan untuk tidak ikut serta dalam pendakian kali ini. Dia sudah mengatakannya pada Mas Barri. Mendengar keputusannya, kami hanya tertawa nyengir sambil bergurau. Mungkin kita memang ditakdirkan untuk selalu melalukan pendakian bersama. Kalau ada salah satu dari kami tidak ikut, itu artinya tidak aka nada acara mendaki. Kita akan selalu melakukannya bersama, sama seperti melewati malam tahun baru bersama, semenjak kami memasuki dunia perkuliahan, sampai akhirnya kami akan hidup dnegan keluarga masing-masing.

Puncak Merbabu, Pencapian puncak tertinggi kedua, masih bersama, berdua

Kegiatan kami selanjutnya adalah, melanjutkan menikmati fasilitas kos ini. Youtube memutarkan trailer film yang sudah sering aku putar sampai Nadhia hafal, “Malaikat Tanpa Sayap”. Trailer selanjutnya adalah “Surat Kecil untuk Tuhan”. Trailer ini belum pernah kutonton sebelumnya. Merasa tertarik, Nadhia pun mendekat. Kami memelototi layar komputer milik Dek Nuri, berdua. Sampai akhirnya layar tersebut menyuguhkan film berjudul “Refrain”.

Sesekali aku memutar video lagu-lagu galau. Sampai akhirnya, kamar ini dibisingkan dengan lagu Voirra yang berjudul “takut”. Aku hanya iseng mengatakan pada Nadhia bahwa ia harus mendengarnya karena ini lagu terbaik sepanjang masa. Setelah kami dengarkan bersama-sama, ternyata lagu ini sangat pas untuk kejadian hari ini. Hhahaha, aku kembali iseng mengganti lirik menjadi:
“Aku takut, kamu pergi mendaki, kamu hilang di gunung, kamu sakit hipotermia karena kehujanan.  Aku ingin, Kau di sini… di sampingku… Selamanya” gelak tawa kami pun buncah, mengisis sekat-sekat kosong dalam kamar yang luasnya hampir sama dengan lapangan badminton ini.

Antara ngantuk dan lega. Merbabu dini hari. Selalu berdua


Hari ini, aku merasakan kedekatan dengan Nadhia melalui ikatan batin seperti ini lagi. Dulu, di hari ulang tahun pertamanya di Kota Pelajar, aku mengajaknya mbolang ke Kebumen. Sumpah waktu itu aku nggak tau kalo dia lagi ultah. Kok bisa pas ya? Hahahahha sejak saat itulah, aku merasa kehidupan kami di masa mendatang akan special. Wakakakka     

Minggu, 01 Desember 2013

Adam dan Hawa yang Dipenjarakan Waktu

 

Hai, Adamku!

Apakah kita bertemu hari ini?

Sedang apa dan di manakah Engkau saat ini?

Ahhh, semua masih misteri bukan?

Kita masih menyelami labirin kehidupan masing-masing

Ada sang waktu yang menanti kita

Sampai akhirnya semua mozaik kehidupan telah menyatu

Sampailah pada satu ujung yang akan mengeluarkan kita dari labirin bersamaan…

Mulaiulah kita menapaki labirin baru, berdua, denganmu sampai akhir nanti

 

 

Itu aku Adam, yang begitu mendapatimu akan kusungging senyum pertanda ketulusan

Kamulah Adamku dan hanya satu Adam bagiku

Karena akulah perempuan yang mengemban prinsip teguh seorang Hawa

Satu Hawa hanya bagi satu Adam di waktu yang begitu mulia

Tidak ada masa uji coba dengan beragam Adam bagi seorang Hawa

 

 

Namun, seorang Hawa sepertiku dapat lengah bila tidak dikuatkan aqidah

Di labirin yang penuh dengan kelokan itu, bermunculan sosok yang memperkenalkan diri sebagai Adam

Mungkin itu Engkau Adam, ataupun Adam bagi Hawa lain

Aku pun mencari tahu apakah itu adalah dirimu, Adam…

Dan Tuhan kita menjawabnya dengan begitu sempurna

Alam pun berproses mengikuti keteguhan hati yang paling suci

Kisah kasih asmara sesaat itu seketika kandas

Ohh Adam, itu memang bukan Engkau….

Sungguh aku tak mampu berkisah dengan sosok yang ternyata bukan Adamku

Karena akulah Hawa yang tidak memperlakukan Adam milik Hawa lain, sebagaimana aku memperlakukan Adamku, INSYAALLAH!

 

 

Semua hanya untukmu seorang, Adamku

Takkan kubuat Engkau cemburu dengan Adam milik Hawa lain

Takkan kubuat Engkau kecewa pada takdir Tuhan yang telah menggariskanku sebagai Hawamu, INSYAALLAH!

Untuk itu aku hanya akan kugenggam tanganmu saja

Untuk itu kuteguhkan hatiku untuk terus bersabar menunggumu

Untuk itu tak akan kulirik Adam lain di tengah labirin kehidupanku

Adam, aku akan menjadi Hawa paling mulia bagimu

Adam, dan Kau akan menjadi imam paling mulia untuk Hawa sepertiku

Semua akan indah, saat kita bertemu nanti di ujung labirin masing-masing

 

 

Bukan, Adamku!

Pertemuan kita bukan karena dua telunjuk di kepala yang bentuknya menyerupai antena dan mengatasnamakan sebagai radar neptunus

Bukan, Adamku yang mulia…

Kita akan bertemu karena Allah..

Al-Quranlah yang akan memberi petunjuk bagi kita menyelesaikan labirin masing-masing sampai saatnya kita bertemu dan memasuki labirin kita berdua

Di sanalah, Adamku

Saat telingamu menangkap lantunan kalimat suci

Saat itulah suaraku akan menuntunmu untuk menemukanku

Dan kusunggingkan senyum saat mendapati wajahmu yang kelelahan mencariku

Di sanalah, Adamku

Saat matamu menangkap peradaban kecil yang mendamaiakan

Di sanalah bocah-bocah kecil yang belum tergores tinta hitam zaman, tengah buncah tawanya dalam nada dan permainan

Di sana pula Engkau akan menemukanku tengah berbagi gelak tawa dengan bocah-bocah pewaris masa depan itu

Akan kuulurkan tanganku, Adam…

Kita bergandengan, berbagi gelak tawa bocah yang akan kita ajarkan bagaimana membumikan Alquran, bukan malah mengajarinya irama yang tak mengenal batas usia

 

 

Hai, Adamku…

Di sini, akulah Hawa yang berdamai dengan gejolak diri dan bersabar menunggu waktu

Akulah Hawa yang mempersiapkan diri sampai akhirnya kita bertemu dengan begitu mulia..

Pertanyaan kecilku, kira-kira sedang di mana Engkau saat ini?

Sedang apa Engkau saat ini?

Adakah Engkau berduka?

Ohhhh esok, tak akan kubiarkan sekali pun Engkau berduka, Adam…

Apakah Engkau kini tengah menggandeng Hawa miliki Adam lain?

Ahhh tidak!!!

INSYAALLAH Adamku tidak seperti itu!

INSYAALLAH semua akan kubuktikan saat di ujung labirin nanti :)

Di tempat yang entah terpaut berapa jengkal jaraknya ini..

Di waktu yang masih memenjarakan pertemuan kita

Mari bersabar sembari mempersiapkan diri

Esok semua akan indah

Esok semua akan menjadi lebih mulia :)

 

 

*Untuk seorang Adam yang  sabar kunanti


Sabtu, 30 November 2013

Ceritanya lagi edisi ‘berdamai dengan Dady Astronot Dedi Astono




Ceritanya lagi edisi ‘berdamai dengan Dady Astronot (Dedi Astono)’

Dear you, “Mantan Trouble Maker yang kini menjelma sebagai Dady Astronot”, ingatkah? Semasa kita kecil dulu, Engkau selalu menggangguku dengan beragam ulah yang kusebut sebagai ‘gangguan’. Sadarkah Engkau membuat masa kecilku dipenuhi tangis, teriakan memanggil Mamah untuk mengadukan kenakalanmu? Huh, Mamah menganggap semua itu biasa saja. Lalu aku bercerita pada teman-temanku. Aku bilang pada mereka Engkau begitu menyebalkan! Aku bilang juga pada mereka kalau aku tak menyukai tingkahmu. Hah, aku tak percaya dengan pernyataan teman-temanku yang mengatakan bahwa Engkau menyayangiku dan cara itulah yang Kau gunakan untuk mengungkapkannya. 

Engkau sering memutar lagu dengan memaksimalkan speaker. Telingaku bising sekali. Andai saja lagu yang Kau putar adalah lagu kesukaanku, faktanya semua lagumu itu aneh! Aku tak bisa memahamimu, sungguh, Engkau aneh sekali! Dan menyebalkan! Aku masih tak bisa memahamimu, seperti waktu aku gagal masuk SMA faforit, Engkau selalu mengejekku, menyindirku dengan nada dan tawa khasmu. Padahal SMA-mu sendiri jauh berada di bawah SMA-ku. Oh….. bisa juga Mamah melahirkan manusia sepertimu. Ohh malangnya nasibku, Mamah selalu membelamu. Waktu aku mengadu, Mamah selalu menjawab, “Yang penting sekarang udah jadi orang,” (Berarti anak kedua Mamah itu dulunya bukan orang ya? wakakkakaka)

Ahhh, jadi ingat. Sebelum Kau berubah bentuk jadi “orang”, Kau harus ke Banyubiru dulu untuk pendidikan. “Selamat jalan Trouble Maker, selamat datang kedamaian hidup!” Hahhaha untuk sementara aku dapat bahagia. Hanya sementara? Memang hanya sementara. Tiba-tiba semua menjadi kosong. Tidak ada yang menggangguku lagi. Rumah jadi sepi karena tidak ada yang memutar winamp amat keras di rumah. Aku mencoba meramaikan suasana. Aku masuk ke kamarmu dan kuputar winamp amat keras. Aku coba resapi lagu-lagu anehmu. Suasana seperti mengikuti lagumu, aneh. Rasanya aneh kalo bukan Engkau yang memutarnya. Tetap ada yang kurang di sini kalo Engkau tak ada. Dan hari itu adalah pertama kalinya aku bisa merasakan rindu. 


Waktu terus berlalu dan Kau tetap seperti itu. Ada yang aneh. Kapan kita bisa sama-sama dewasa, membahas sesuatu yang serius, bukan bertingkah layaknya kakak laki-laki kepada adiknya yang masih TK? Sampai tiba waktunya Kau menikah. Aku kira sejak hari itu semua akan berubah. Aku kira tidak ada yang aneh lagi dnegan tingkahmu.

Hah, siapa bilang? Kau tak berubah, masih saja tetap aneh! Engkau masih menggangguku! Tidak!! Aku tidak lagi mengatakan Engkau menyebalkan dan aneh. Percayalah. Hari itu aku mengetahui rahasia besar dalam dirimu. Ahhhh, mungkin itu bukan rahasia besar bagi orang di luar sana, tapi bagiku ini rahasia besar karena sebagai adikmu,aku baru mengetahuinya.

Aku kira kita memang berbeda. Kita tidak memiliki kesamaan! Entah fisik, sifat, dan mungkin tingkat kecerdasan. Aku kira Engkau sama dengan ****** lainnya. Sampai akhirnya, seseorang di luar sana, seseorang yang tidak ada hubungannya dengan keluarga kita, berkata padaku bahwa Engkau memang berbeda. Dan mulai hari itu, aku mengetahui sebuah rahasia bahwa kita memang memiliki kesamaan. Kejujuranmu, loyalitas dalam bekerja, bagaimana Engkau bekerja, semua itu aku ketahui dari orang lain. Nanar sekali ya? Lalu aku begitu mengingat saat Kau mengejek SMA-ku, aku gantian mengejekmu dengan “****** gadungan”. Tapi Engkau tetap saja aneh. Bisa-bisanya Engkau masih tertawa di depanku usai kuejek seperti itu, terlepas dari . Heran deh….  Engkau memang aneh.

Sejak hari itu, aku mengubah namamu di kontakk hape. Hahhahaha, di kontak hape, dulu namamu “Trouble maker”, sekarang menjadi “Dady Astonot”. Ya…. Meski memang bukan nama aslimu (Dedi Astono) hahahha.

Sekarang, bagiku semua yang aneh darimu itu adalah wajar. Sekarang aku percaya dengan pernyataan teman-temanku dulu. Engkau memang menyayangiku dan aku menyayangimu. Hahhahahahahha :D. Sekarang, akulah yang memutar lagu-lagu anehmu. Kuputar lagu Shagy Dog yang berjudul “Honey” di samping Hamam, putramu. Hahhahaha dan Kau masih aneh, tiba-tiba Kau menghampiri kami dan berjoged.  Itu lucu, Engkau memang lucu. Engkau memang lucu sepertiku.



Tuhan terima kasih telah menghadirkan manusia seperti Dady Astronot di tengah keluarga kami. Mamah terima kasih telah melahirkan kakak ganteng untukku. Ciuuuuus, abangku yang satu ini bener2 ganteng, cakep poooool. Sebenernya banyak lho temen-temenku yang ngefans sama dia, wakakakka :)
 
Akhirnya, aku sayang Dady Astronot. Aku suka tingkah anehnya, yaaaa meski sampai saat ini kita tidak pernah terlibat pada obrolan yang serius dan dewasa. Tetap saja, di matanya aku adalah adiknya yang masih TK :)
    
Berbahagialah Kalian yang memiliki kakak kandung. Percayalah mereka menyayangimu, teramat menyayangimu dengan caranya sendiri-sendiri. Kalian tinggal mempercayai bahwa sayang dan peduli itu ada. Jangan pernah terlambat menyadarinya. Jangan sampai orang lain lebih mengenal dan memahami kakak dan keluarga kalian.

Kamis, 28 November 2013

RITUAL TAHUNAN 2013





Yogyakarta, 27 November 2013

     Aku menuliskan sebuah surat. Bait kalimat yang kupersembahkan untuk seseorang bernama Itok. Curahan hati yang akan menyampaikan maaf dan terima kasihku, pada seseorang yang raganya kupinjam. Pada raga yang sudah 22 tahun aku pimpin. Untuknya, di harinya, aku menulis untuknya, hanya untuknya, karena dia begitu spesial untukku.

     Teruntukmu, Itok, si Tokii Dokii… Maafkan daku yang selama ini belum cukup mampu memimpin tingkah dan tuturmu. Maafkan daku atas waktu yang terbuang tanpa restu. Maafkan daku atas kesibukan yang terkadang membuatmu lupa bahwa Engkau juga makhluk sosial yang memiliki keluarga haromnis dan sahabat-sahabat yang menyayangimu. Mungkinkah aku kurang menyayangimu, bila dibandingkan dengan mereka semua? Aku tak tahu, aku hanya ingin meminta maaf padamu, Itok. Maafkan daku juga yang masih belum cukup mampu membawa sepasang kakimu melangkah jauh ke depan, menggapai semua mimpi , cita, dan harapanmu. Entah mengapa, selama ini aku hanya mampu membuatmu bertahan dengan tekad dan semangat. Namun setidaknya, semangat itulah yang membuat kita bertahan dan selalu percaya bila pada akhirnya tangan dan imajinasi ini akan menemukan tempat, di waktunya.

     Di harimu kini, banyak sudah waktu yang kita lalui bersama. Di harimu kini, banyak sudah waktu berkurang, hingga kita kita tersadar, yang ada adalah sisa waktu. Sisa waktu, tahukah Engkau berapa sisa waktumu, Itok? Jangan datang padaku dengan membawa pertanyaan semacam itu, Itok. Aku tak mampu menjawabnya. Datanglah padaku untuk mengambil lagi tinta kehidupan. Mari sama-sama menggoreskan sejarah pada peradaban melalui tinta yang berwujud selapis tekad dan semangat. Yang seperti itulah aku mampu. Mari kembali melanjutkan napas dan memanfaatkan sisa waktu yang tersedia. Lalu, ke manakah langkah kaki ini akan melangkah?

     Ahhh, aku tidak akan memimpinmu dengan cara demikian. Bukankah kita tidak bisa selalu berkaca pada kegagalan? Sudah cukup banyak kegagalan itu memberikan kita pembelajaran, memperbaiki kaki dan tanganmu, dan menuntunmu untuk terus melangkah. Dan ketika cahaya itu datang, semua itu mulai menampakkan wujudnya, satu per satu.

     Itok, Engkau boleh mengucapkan terima kasih padaku. Aku akan menerima dengan senang hati ucapan terima kasihmu. Aku senang dapat membuatmu terus bertahan hingga sekarang, hanya dengan bermodalkan SEMANGAT. Apa itu BAKAT, tidaklah penting buat kita bukan? Kita sama-sama tahu, SEMANGAT telah membuatmu mulai menemukan titik-titik pencapaian itu.

     Bahagia melihatmu mengantongi beasiswa Prestasi untuk ke sekian kalinya. Sangat senang rasanya melihatmu tergabung dalam Tim Penilaian PROPER Perusahaan se-Indonesia. Bangga melihatmu mampu mengemban amanah dengan sebaik-baiknya di beberapa posisi strategis. Selamat atas proyek-proyek yang selama ini Kau idamkan. Hhahahah, apalagi akalu bukan proyek menulis? Ahaaa, slemaat juga atas diterimanya Engkau sebagai staff magang media di ECC. Cheeers untuk kerjasama kita selama ini, Itok. Oya lagi! Dan senyummu terus mengembang karena belum lama ini cerpenmu dinyatakan lolos dalam Audisi Cinta Terpendam dan akan segera dibukukan. Selamat untuk poin yang tidak selisih banyak dengan sang juara pertama (2 poin). Selamat ya, Itok…..


Dan untuk semua itu, harus ada perenungan tersendiri. Iya Itok, Engkau kembali dengan kebiasaanmu dahulu-dahulu. Ini adalah harimu, saatnya Engkau melakukan ritual tahunanmu. Hari ini, hanya aku dan Engkau yang memilikinya, tidak dengan yang lain. Hanya kita berdua. Lalu, kemana langkah kita melangkah selama seharian ini?


25 November 2013


08.50
Aku turun dari mobil. Kulanjutkan langkah menuju terminal Giwangan. Di sanalah, awal dari semua perjalanan ini. Semua ditentukan dari sini, sebuah terminal di Yogyakarta.

08.59
Kondisi sudah mendapatkan bis tujuan Solo dan langsung berangkat. Aku duduk berdampingan dengan ibu-ibu yang membawa dua anaknya. Kalau dilihat-lihat, mereka berasal dari keluarga yang tidak berkecukupan. Oya, mereka juga bersama seorang kakek yang selalu menenteng tas kumal yang amat lusuh. Alhamdulillah Ya Allah… dengan menengok ke bawah, rasa sukur ini terus ter-update. Rasa sukur dan iba ini pula yang menyelamatkan adik kecil dari rasa jengkelku. 

Oke, jadi ceritanya ni yaaak, tu adek tiba-tiba berdiri, mengangkat pantatnya, dan kentut di depan saya, di depan muka saya. Lima detik berikutnya, wewangian yang aromanya tidak jauh berbeda dari comberan pun menyeruak di sana, di hidung saya SAJA. Oke, fine! Aku harus sabar, dia masih kanak-kanak. Mungkin dia sedang diare, atau sakit perut gara-gara sebelum naik bis makan sate. Entalah, apa saja makanan yang dimakannya. Hanya saja aku masih bisa bersabar. tenang aja, hal sekecil ini tidak akan membuatku kembali ke rumah dan memutuskan tidur saja seharian. Kupastikan, kaki ini akan terus melangkah, menemui seorang perempuan berhati mulia.

11.10
Bis yang kutumpangi sampai terminal Solo. Kulanjutkan langkah, mencari bis yang dapat membawaku menuju Purwodadi. Ketika masuk peron, sebal pun tak bisa dihindari lagi. Tahukah, 500 saja itu udah korupsi. Lima ratus saja itu sudah dosa. Karcis yang tertera 500 harus dibayar seribu. Sebenarnya bangsa ini tidak miskin! Hanya saja, warganya saja yang miskin sampai 500 saja harus nyolong. Tapi gara-gara ini pula aku jadi punya ide menulis cerpen sih, hehehe…….

11.13
Kulihat di ujung sana bis tujuan Purwodadi sudah menuju pintu keluar terminal. Untung kakiku cukup panjang. Untung aku masih ingat bahwa saat SD kemampuan lariku di atas rata-rata. Dalam sekejap aku sudah duduk manis di dalam bis, di samping mbak-mbak yang kudengan suaranya saat telepon, ternyata medok banget pakek sanget.

Dan perjalanan baru benar-benar dimulai di sini. Sumpah men, gue kagak naik bis ini namanya, tapi naik kuda. Dan lo harus tau, ni kuda yang gue kendarai nggak cuma bisa lari aja, tapi terbang pun bisa. Udah kaya Pegasus aja ni bis.
Entah ya, antara bis yang seharusnya sudah dimusiumkan sejak 200 tahun yang lalu, ataukah jalan yang butuh disetrika dengan temperature suhu maha tinggi. Tapi setidaknya gue beruntung. Medan jalan seperti ini tidak membuat gue mabok, yang akhirnya menumpahkan seisi perut ke muka supir gila itu. Pak Supir, bersukurlah, Anda selamat!

13.18
Akhirnya selamat dari supir gila. Bergegas kujauhi mobil kampret yang bisa saja menghabisi nyawaku itu. Di sini, di terminal Purwodadi, kunanti bis tujuan Blora yang tak kunjung datang. Beruntung aku tak sendiri. Ada sepasang bapak-ibu yang ramahnya luar biasa bin binasa. Menatap wajah penuh kepedulian mereka, mengingatkanku pada mamah dan bapak di rumah.

13.48
Bagi lo-lo pada yang ngerasa di-PHP sama calon pacar, nggak usah pakek acara sedih sambil berucap “sendu mendayu sedih hidup ini”. Sumpah, lebih nggak enak dan menyedihkan di-PHP sama supir dan kernet!!! Udah bawa bis dengan kecepatan minus, ehhhh, mereka malah turun, glengsoran di tanah. Sumpah, tu orang minta ditabok deh. Bayang pun, udah berapa puluh orang di bis ini yang mereka PHP-in? Wahhhh, kampret bener dah ni supir kernet.

Ada juga yang kehabisan kesabaran. Ibu-ibuk di sampingku, perempuan paruh baya dengan kerudung warna merah yang kalo aku bilang cara makek kerudungnya enggak banget, bikin trend sendiri, turun sambil ngomel-ngomel. Sumpah, kalo ada mamah, beliau pasti bilang, “Iki uwong, kenese mreteli!”
Ibu berkerudung merah yang awalnya kami kira akan menyelamatkan penumpang dari PHP sopir dan kernet, ternyata tidak bertindak banyak. Dia hanya turun, ngomel sendiri, di samping bis yang jauh banget dari supir kernet itu, lalu naik bis lagi. Njok ngopo buk?????


16.19
 Setelah menjalani ritual panjang selama perjalanan, akhirnya sampai juga di depan Tugu Pancasila. Hal pertama yang kulakukan begitu menginjakkan kaki di Blora adalah, menelpon Mbak Sum. Beberapa menit kemudian, Mbak Sum meluncur membawa sepedenya yang berwarna kuning.

Tidak banyak yang berubah dari Mbak Sum. Dia tetap wanita berhati mulia, yang kubilang kecantikannya nomor dua setelah mamah. Oh ya, ada sedikit yang berubah. Mbak Sum lebih item sekarang. Hihihi…. Tapi tetep cantik kok J
Selama di Blora, aku bermain dengan jagoan-jagoan Mbak Sum. Mereka adalah Bima dan Diza. Orang yang tak tahu, pasti mengira keduanya produk Londo. Sumpah men, cakep banget, taruhan deh! Kalo mereka udah gede nanti, pasti ganteng terus banyak cewek-cewek yang ngejar mereka, setia mengantri di belakang. Hihihhoiiiii….. 

Malamnya, kami menuju Alun-Alun yang ternyata tidak begitu jauh dari rumah. Emmmmm, gimana ya ngomongnya, cuman, menurut gue ni ya, ini bukan alun-alun, tapi taman kanak-kanak. Sepanjang mata memandang, yang ada hanyalah odong-odong, kereta mini, dan segala jenis barang yang berbau kencur.

Hari pun harus segera kuakhiri mengingat rasa lelah di perjalanan sudah tidak tertahankan lagi. Semalaman tidurku bisa dibilang nyenyak nggak nyenyak. Suara kendaraan yang berseliersan terus menggelitik pendengaranku.


26 November 2013

     Sudah saatnya hape menyala dan kembali ke peradaban. Ketika hape on, wa, line, wechat, dan sms sambung menyambung membuat hape saya penuh muatan. Hanya beberapa yang bisa kubalas pagi itu.

     Aku memulai perjalanan pulang dari jalanan depan rumah. Kutunggu bis tujuan Purwodadi dengan setia.

     Begitu dapet bis, kunikmati perjalanan ini dengan penuh kenyamanan. Ketika bis yang cukup normal ini sampai di depan pasar, mataku menangkap sosok yang sepertinya tidak asing bagiku. Kuikuti punggungnya yang perlahan memasuki bis, berjalan ke depan, hingga pandangan kami pun bertemu. Dan,,,,

     “Halo Buk, bertemu lagi ya?”
     
     Bertemulah aku dengan ibuk-ibuk yang kenesnya mreteli. Kami mengobrol cukup banyak di perjalanan. Ketika aku udah mulai diam karena penghayatanku yang tinggi dengan lag di mp3 ini, tiba-tiba tangan si ibuk menjawelku, sinyal jenaka dari lagu-lagu para pengamen. Hihiii, aku hanya nyengir menanggapinya. Menghindari percakapan satu arah, kucoba memulai percakapan dengan ibu itu, seorang ibu kenes yang sampai saat ini tak kuketahui namanya.

     Aku bertanya padanya, apakah dia seorang penjual. Sayangnya musik dari suara pengamen semakin riuh berpesta dengan kendangnya. Sayang, ibuk itu pun tak paham bahwa suara maha keras dari pengamen itu tentu menjadi arang melintang bagi suaranya yang terbang melayang ke telingaku yang tak berdosa ini. Dia menjawab dengan nada dan intonasi normal, yang tentu saja telingaku tak mampu menangkan suaranya. Sayangnya, ibuk itu pun tak tahu bahwa sebenarnya aku masih menikmati mp3ku yang mendengdangkan lagu-lagu nyaring melebihi suara pengamen dan suara kenes dari ibuk itu. Aku pura-pura saja menyimaknya, karena telingaku jelas tersumpal headset. Selanjutnya, aku hanya menatap bibir tipis ibu itu. Lipstiknya merah menyala, nggak meching sempurna banget dengan warna baju oranye dan kerudung oranye yang gaya memakainya enggak banget.

    Oke, itu tadi kisah perjalananku. Emmmm, mau bilang sory aja sih, ni tulisan emang ngga setia. Kenapa ngga setia? Tadi awalnya gaya penulisannya sendu mendayu, terus semakin ke sini malah jadi lucu-lucu unyu kaya mas unyu gitu. Hemmm, bukankah aku sudah bertekad untuk tidak memimpinn Itok dengan mengingatkan pada kisah duka saja? Bukankah di sekitarnya, beterbangan imajinasi-imajinasi lucu yang dapat menggelitik mulutnya untuk terus tertawa dan ceria selalu.


     Thanks to Madam Sahara (Sekar) yang udah mau jadi teman ngobrol sore ini di MK Kafe. Aku dapat merasakan senyum tulusmu yang ikut merasakan kebahagiaan atas segala pencapaianku. Engkau mengatakan, “Tok, bener-bener ya, ini tahun pencapaianmu?” Kau tersenyum dengan senyum khasmu.

   Dalam hati aku berpikir. Iya, mungkin ini memang tahun di mana pencapaianku mulai muncul ke permukaan. Dan perkataanmu, mengingatkanku pada sesuatu. 

     Sekarang tahun 2013. Selalu ada yang khas denganku di angka 3. Seperti namaku, juga diawali dengan Tri. Selama ini memang selalu ada yang khas dengan angka 3. Bukankah, dalam Islam pun menganjurkan untuk melakukan sesuatu tiga kali? hahahha 

     Aku harap, angka 3 ini menjadi permulaan yang indah. Sama seperti namaku yang dimulai dengan Tri, menjadikan si empunya nama menjelma sebagai makhluk yang indah. Hoeeeeek 


 Bantul, 28 November 2013