Sabtu, 07 Desember 2013

Ketika Salah Satu Diantara Kita Akan Pergi



6 Desember

Pendakian Pertama, Lawu. Saat Nadhia membantuku membenahi rensel


Aku kembali menulis tentang dia. Seorang sahabat yang kini sudah seperti saudara sendiri. Hari ini kembali mata batin kami terikat. Saat ia hendak naik gunung, tanpa aku.

Seperti biasa aku bertendeng di kosnya yang merupakan mantan kamar kosku. Kuhabiskan waktu untuk menikmati fasilitas wifi dan juga menemaninya sebelum mendaki. Kami berdua melakukan pendakian bersama. Pendakian pertamaku, adalah pendakian pertamanya juga. Sudah dua kali kami mendaki. Meski kelompok pendakian kami selalu berbeda, tapi kami selalu didapati bersama. Dan kali ini, pendakiannya yang ketiga, akan dilakukan tanpa aku. Tanpa aku yang kini sibuk melahab proyek-proyek kepenulisan, proyek yang selama ini dan di masa depan kuidamkan.

Pendakian Pertama, Lawu. Pencapaian puncak Gunung untuk Kita Berdua


Dia sempat meninggalkanku sendiri di kamar untuk meminjami keperluan mendaki. Aku kembali berkutat dengan tulisan, sampai ia kembali. Waktu ternyata beranjak kian cepat. Tidak terasa sudah terdengar azan asar dan hari sudah sore. Rasanya sudah seharian telingaku mendengarkan keluhannya. Sayangnya, Nadhia hobi sekali mengeluh. Berkali-kali diamengatakan bahwa ia tak siap dan merasa pendakian ini terlalu dipaksakan. Dia sempat mengatakan, dia ragu dengan pendakian ini. Aku melihat dia tidak bersemangat dengan pendakian ini. Sempat pula ia berkata, bisajadi karena penmendakian kali ini tidak dilakuakn bersamaku. Hohohhoho , kami pun tertawa lepas.

Sudah waktunya bagi ia berkumpul dengan kelompok, dan aku pun sudah selesai dengan semua tulisan ini. Kami pun melangkah keluar bersama. Mungkin bisa dibilang kebetulan. Mungkin juga bisa dibilang ikatan batin yang kuat. Baru langkah kami sampai di lantai 2. Baru kami hendak mengambil helm dan keluar dari kos, hujan tiba-tiba turun. Awalnya, hujan ini hanya berbentuk gerimis, sampai akhirnya hujan deras pun tiba. Langkahnya terhenti, dan entah mengapa langkahku untuk pulang pun ikut terhenti.

Pendakian Kedua, Merbabu. Kita masih bersama, berdua

Dia kembali terus mengeluh. Dia terus menimbang-nimbang keputusannya, Di saat kebingungan mengganggu alam pikirnya, aku mendapat kabar dari Mas Risa bahwa tulisanku tidak bisa dibaca karena dalam format word 2010. Aku pun meninggalkan Nadhia, memberinya waktu untuk berpikir lagi. Segera aku naik ke lantai 3, mengganti format word dan mengirimnya ulang. Kembali aku bergelut dengan beragam urusan dalam dunia tulim menulis, sampai akhirnya, resmilah aku tergabung dalam keluarga besar re!media service!  Sampai akhirnya, Nadhia naik ke lantai 3 dan menyergahku.

Hujan sudah reda. Alam seakan membisikkan tanda-tanda pada kami bahwa kemungkinan besar merapi tak akan turun hujan malam ini. Tapi entah, Nadhia sudah memutuskan untuk tidak ikut serta dalam pendakian kali ini. Dia sudah mengatakannya pada Mas Barri. Mendengar keputusannya, kami hanya tertawa nyengir sambil bergurau. Mungkin kita memang ditakdirkan untuk selalu melalukan pendakian bersama. Kalau ada salah satu dari kami tidak ikut, itu artinya tidak aka nada acara mendaki. Kita akan selalu melakukannya bersama, sama seperti melewati malam tahun baru bersama, semenjak kami memasuki dunia perkuliahan, sampai akhirnya kami akan hidup dnegan keluarga masing-masing.

Puncak Merbabu, Pencapian puncak tertinggi kedua, masih bersama, berdua

Kegiatan kami selanjutnya adalah, melanjutkan menikmati fasilitas kos ini. Youtube memutarkan trailer film yang sudah sering aku putar sampai Nadhia hafal, “Malaikat Tanpa Sayap”. Trailer selanjutnya adalah “Surat Kecil untuk Tuhan”. Trailer ini belum pernah kutonton sebelumnya. Merasa tertarik, Nadhia pun mendekat. Kami memelototi layar komputer milik Dek Nuri, berdua. Sampai akhirnya layar tersebut menyuguhkan film berjudul “Refrain”.

Sesekali aku memutar video lagu-lagu galau. Sampai akhirnya, kamar ini dibisingkan dengan lagu Voirra yang berjudul “takut”. Aku hanya iseng mengatakan pada Nadhia bahwa ia harus mendengarnya karena ini lagu terbaik sepanjang masa. Setelah kami dengarkan bersama-sama, ternyata lagu ini sangat pas untuk kejadian hari ini. Hhahaha, aku kembali iseng mengganti lirik menjadi:
“Aku takut, kamu pergi mendaki, kamu hilang di gunung, kamu sakit hipotermia karena kehujanan.  Aku ingin, Kau di sini… di sampingku… Selamanya” gelak tawa kami pun buncah, mengisis sekat-sekat kosong dalam kamar yang luasnya hampir sama dengan lapangan badminton ini.

Antara ngantuk dan lega. Merbabu dini hari. Selalu berdua


Hari ini, aku merasakan kedekatan dengan Nadhia melalui ikatan batin seperti ini lagi. Dulu, di hari ulang tahun pertamanya di Kota Pelajar, aku mengajaknya mbolang ke Kebumen. Sumpah waktu itu aku nggak tau kalo dia lagi ultah. Kok bisa pas ya? Hahahahha sejak saat itulah, aku merasa kehidupan kami di masa mendatang akan special. Wakakakka     

2 komentar:

  1. kalian ki so sweet banget dah,,
    para sahabat-sahabat solid ku pada mreteli ilang satu per satu :-(

    BalasHapus
  2. Semangat Mas Brili... kami sahabat barumu lho :D

    BalasHapus